Saturday, December 20, 2014

Pulangnya Bidadariku :')


Kenapa bisa bidadari, dia adalah sosok wanita yang tegar, kuat, baik hatinya yang terpancar dalam raut wajahnya yang terlihat berseri meski umurnya sudah tua renta. Ia berwujud sebagai buyut yang ceria dan selalu dirindukan bagi cicit-cicitnya.

Si cicit yang pertama adalah cicit kesayangannya yang biasa dipanggil Ani. Sejak merantau ke kota Nanas, maka Indralaya menjadi tempat tujuan setelah akhir libur sekolah. Jika buyut yang rindu, ia akan ke rumah Ani dengan sendirinya serta membawa barang bawaan yang berkarung-karung, yang didalamnya berisi rambutan, nangka, sukun, jambu, cempedak yang itu semua berasal dari tanaman yang ia tanam sendiri di sekitar rumah. Di rumah buyut terletak di pinggir jalan samping terminal yang dahulu dikelilingi oleh kebun rambutan, iya rumah yuyut berada di tengah kebun rambutan yang sangat luas bisa diibaratkan luasnya seperti lapangan bola kaki. Tapi kebun itu sudah menjadi ruko-ruko tinggi dari ujung ke ujung tanpa tersisa satu pohon pun, karena ketika itu yuyut menjual tanahnya dan pindah ke jalan nusantara membangun rumah yang baru.

Dahulu, antara jarak rumah yang satu dengan yang lain itu lumayan jauh, sehingga terlihat sepi, apalagi rumah buyut yang ditengah kebun, masuk ke dalam terlihat gelap karena rimbunnya pohon-pohon rambutan itu. Rumah yuyut yang tegak berasal dari papan-papan yang sudah terlihat reok tapi masih bisa bertahan walau tak ada yang bisa menjamin berapa lama lagi papan itu akan bertahan, dengan lantai yang di semen tapi semennya sudah menipis sehingga terlihat seperti tanah, dan lantai dapur memang belum di semen sehingga memang berlantai tanah. Kamar mandi berada di luar, tepat di pintu belakang rumah, terdapat dua sumur, sumur yang pertama berada tak jauh beberapa meter dari pintu belakang sedangkan sumur kedua sebagai sumur cadangan jika yang pertama mengering, sumur kedua ini cukup jauh di sebelah kanan rumah jaraknya mencapai 20 meter dari pintu belakang. Lalu wc nya berada jauh di belakang rumah, agak sedikit masuk kedalam hutan, iya dibelakang rumah yuyut setelah kebun rambutan terdapat hutan yang seperti rawa, karena ketika musim hujan hutan tersebut bisa tergenang air cukup dalam layaknya rawa. Tidak ada mesin air sehingga menggunakan derek yang sedikit menakutkan karena sumur nya tak ada cincin atau pembatas, sumur itu hanya dikelilingi kayu, kayu yang cukup lapuk.

Di rumah itu, tinggalah yuyut beserta makwo, pakwo (alm) dan anaknya. Makwo adalah anak satu-satunya buyut, suaminya disebut pakwo dan anak makwo ada satu dari suami yang pertama itulah ibunya Ani, kemudian ditambah lima anak lagi dari suami kedua.

Meski terlihat sederhana bahkan sangat sederhana, tapi kenangan inilah yang begitu bahagia hingga masih teringat detail bagaimana kebahagian di masa lalu.

Dalam ingatan si cicit, tidak ada yang lebih menyayanginya melebihi rasa sayang yuyut kepadanya bahkan ayah dan ibunya. Si cicit lebih sering bermain dengan yuyut, begitu dekatnya sehingga si cicit tak mengingat hal yang bahagia lain selain ingatan bersama yuyutnya.

Ketika liburan sekolah tiba, hal yang paling diinginkan adalah liburan di tempat yuyut, dia yang paling baik, selalu membelanya ketika ia berbuat salah, membelikannya pakaian ketika pakaian yang dipakai si cicit sudah terlihat lusuh, setiap hari dirumahnya selalu ada makanan yang terbuat dari apapun yang ada disana, yuyut pintar memasak apalagi masakan jawa dan makanan ringan seperti donat, wajek, kue lapis, dan kue-kue lainnya. Ia tak pernah membatasi si cicit untuk makan apapun, bahkan ia sangat senang jika masakannya di makan oleh si cicit, alhasil si cicit menjadi cicit yang sehat serta gemuk, ia tak pernah marah bahkan menyuruh si cicit untuk diet, tak pernah mengejek atau menyindir si cicit yang gemuk dikala yang lain meledeknya karena kegemukannya.

Yuyut bilang ia sangat bangga kepada cicitnya, ia selalu menjadi juara di kelasnya, ketika ada tamu yang kerumah dimana ada si cicit juga disana, satu yang membuat si cicit menangis dalam senyuman bahwa ia selalu membanggakan si cicit di depan orang lain yang ditemuinya, ia tak melihat kekurangan si cicit, ia hanya melihat betapa pintarnya cicit nya ini. Gadis kecil yang selalu ia rawat, sekarang sudah menjadi gadis remaja, bahkan tetap menjadi siswi yang teladan disekolahnya. Begitu katanya yang selalu diingat oleh si cicit.

Pernah suatu waktu, dimana liburan sekolah telah tiba, si cicit bilang pada ayah dan ibunya untuk mengantarkannya ke tempat yuyut, yuyut juga sudah menelpon ke ibu bahwa antarkan cicitku biar ia liburan disini saja. Sepertinya ibu ayah keberatan untuk si cicit liburan kesana, tapi entah karena yuyut memaksa hingga si cicit diantarkan juga. Sehari disana, kemudian pagi esoknya yuyut sangat bekerja keras dalam mengepel lantai dan menyuruh si cicit untuk pakai sandal jika masuk rumah agar kaki si cicit tak kotor tak seperti biasanya yuyut seperti itu. Ketika ia mengepel dengan tangannya sendiri, si cicit tak tega melihatnya betapa ia membungkuk, berdiri dan seterusnya mengepel seluruh ruangan itu. Cicit bilang, kenapa yuyut mengepel sebegitunya, yuyut menjawabnya dengan nada tersindir, biar lantainya bersih agar kakimu tak kotor pakailah sandal itu jika ingin masuk, biar ibumu tak marah habis dari liburan ini kakimu jadi kotor dan pecah-pecah. Jlebb,, pilunya dada dan telinga si cicit ketika mendengarnya, jadi ibunya tak memberi izin kesini karena disini tempatnya kotor, tapi yuyut memaksa dan melakukan hal ini agar si cicit tetap bersih seperti dirumahnya. Betapa yuyut menginginkan cicitnya berada disampingnya agar si cicit nyaman berada didekatnya padahal si cicit tak pernah mempermasalahkan hal itu bahkan tak terbesit dipikirannya. Ohh, yuyut [{}]

Pada saat si cicit berusia sebelas tahun, kali ini yuyut yang datang kerumah, begitu sureprisenya si cicit, karena kedatangannya tanpa ada kabar sebelumnya. Sambil menonton tv, hari itu tepat pada tanggal 11 january di statiun tv indosiar dimana menjadi hari ulang tahunnya indosiar yang ke 11, terus si cicit kelepasan bicara, ''oh berarti indosiar ini sama umurnya dengan Ani cuman beda sehari saja'', lalu yuyut bilang ''oiya ya Ani besok ulang tahun'', kemudian dengan sigap ia ke kamar kemudian keluar lagi dengan mengulurkan uang 10.000. Cicit bilang "untuk apa ini yut?". "Untukmu ambilah besokkan Ani ulang tahun", jawab yuyut. Rasanya seperti bersedih campur bahagia, yang bahkan ingat hanya ia padahal umurnya yang sudah tua mungkin terlalu sulit untuk mengingat hal kecil berupa tanggal seperti ini tapi ia mengingatnya.

Uang itu cukup besar pada saat itu, dan sebelumnya si cicit tak pernah memegang uang sebesar itu sendiri, sekarang ia bahkan memegangnya dan punyanya sendiri. Bukan seberapa besar yang diberikan tapi seberapa besar yuyut mengingat hal kecil tentang cicitnya membuktikan betapa ia menyayangi cicitnya itu. Di keluarganya tak ada tradisi perayaan ulang tahun, apalagi pemberian kado, sekedar memberi ucapan selamat ulang tahun tak pernah dilakukan. Maka memori ini tak pernah terlupakan sepanjang sejarah kehidupan si cicit.

Masa putih biru telah tiba, di tahun pertama masuk sekolah pada 2006 silam. Di rumah mengadakan syukuran atas berdirinya rumah baru yang dibangun oleh tangan ayah dan ibu sendiri. Banyak orang berdatangan kerumah waktu itu, semuanya berserakan didalam rumah berupa sayur dan segala perlengkapannya.

Setelah pulang sekolah, ia melihat ibunya sibuk didapur bersama tetangga lainnya. Kemudian si cicit mendekatinya, rupanya yuyut juga duduk diantara mereka. Setelah si cicit duduk ditengah keramaian itu, tiba-tiba si ibu berkata dengan suara yang lantang, ''yut lihat cicitmu sudah datang bulan untuk pertama kalinya'', woo betapa hebohnya yuyut mendengarnya sampai ia memeluk cicitnya kemudian mencium keningnya. Hingga semua orang disana menjadi heboh juga, rasanya malu dicium ditengah keramaian di usia yang sudah bukan dikatakan kecil lagi. Tapi itu membuatnya benar-benar bahagia, yuyut tak segan memperlihatkan betapa si cicit adalah kebanggaannya.

Iya pada waktu itu, si cicit mendapatkan mens nya yang pertama tapi bukan hari pertama karena sudah beberapa hari yang lalu. Seperti layaknya idola, semua orang menatapnya dari kaki hingga kepala, tak tahu apa yang ada dipikiran mereka tapi si cicit mendengar bahwa Ani sekarang sudah besar, beruntung nian jadi ani udah pintar, rajin pula. Semuanya berkat kehebohan yang spontan dibuat yuyut, si cicit menyayanginya sangat menyayanginya.

Jaman putih abu-abu mulai dirasakan si cicit, betapa bahagianya yuyut ketika si cicit bilang ia masuk ke sekolah bergengsi itu tanpa tes. Tak ada rahasia diantara mereka, bahkan si cicit menceritakan tentang mata pelajaran sampai siapa saja ia berteman. Yuyut tahu bahwa cicitnya pintar dalam matematika, yang membuat si cicit salut pada yuyutnya bahwa yuyut juga tahu mengenai fisika ataupun kimia, bahkan ibunya pun buta akan hal itu.

Yuyut ingin si cicit meneruskan keahlian hingga tingkat universitas, ia tahu si cicit ingin menjadi guru matematika. Yuyut bilang pertahankan prestasinya, kalau bisa masuk kuliah pun tanpa tes, ambilah matematika, fisika kalau tidak kimia. Masuklah ke Unsri ini, dekat dengan rumah nanti tinggal jalan kaki saja. Betapa semuanya sudah dipikirkannya, si cicit pun bertekad untuk mewujudkannya sehingga sampai ia masuk Unsri pun hanya ingin membuat yuyutnya semakin bangga.

Tahun berganti tahun, hampir setiap tahun dihabiskan dengan liburan bersama yuyut. Tapi, tahun itu tahun 2011 pada liburan hari raya idul fitri, si cicit tak pergi mengunjungi buyutnya, yang waktu itu sudah terdengar kabar bahwa ia sakit-sakitan. Si cicit mulai bosan, ia merasa tinggi hati karena setiap tahun sudah kesana terus, ia ingin pergi bersama teman-temannya layaknya remaja seusianya.

Tapi tak disangka dan tak diduga bahwa ini tahun terakhirnya di dunia ini. Kurang lebih sebulan dari hari lebaran, keluarga besar digegerkan yuyut sakit hingga harus dibawa ke rumah sakit di palembang. Mendengar kabar itu ayah dan ibu langsung pergi ke palembang, beberapa hari di rumah sakit tak membawa perubahan untuk kesembuhannya, kata dokter bahwa kepalanya sudah penuh dengan darah.

Pada suatu malam, tepatnya jam 2 atau 3 malam, ayah sms si cicit yang berada di rumah bahwa yuyut sudah tidak ada lagi. Seakan tak percaya, berharap ini hanya mimpi belaka, teringat bahwa ia tak mengunjungi yuyutnya pada hari lebaran tahun itu, itu artinya lebaran pada tahun 2011 adalah lebaran terakhirnya tanpa ditemani si cicit.

Begitu menyesalnya, begitu sakitnya, si cicit menyalahkan dirinya sendiri, bodoh sekali, egois, kenapa kau tak melihatnya, kau belum melihatnya tersenyum untuk yang terakhir kalinya, menangis sejadi-jadinya, sempat tertahankan karena tak ingin adiknya melihat ia menangis sambil memukul kepalanya sendiri.

''Maaf karena tak mengunjungimu, maaf karena tak disampingmu disaat terakhir, kenapa sekarang, yuyut belum lihat aku lulus, belum lihat aku kuliah, kita belum tinggal bersama, yuyuttt!!!'', teriak si cicit tak hentinya menangis pada malam itu.

Sungguh hanya sesal yang ia rasakan, sampai sesak nafas karena tangisan yang tak tertahankan. Sampai esok harinya, ia pergi bersama adiknya, menekatkan diri untuk ke indralaya yang sebelumnya tidak pernah pergi sendiri tanpa ditemani ayah ataupun ibu. Mencoba tegar, karena kepribadian si cicit yang tak mau orang lain tahu akan kesedihannya.

Sampai disana, ternyata jenazahnya sudah ada di rumah, masih tenang tak ada air mata yang keluar dari kelopaknya. Ia hampiri jenazahnya, tak ada rasa takut ketika membuka kain kepalanya, lalu si cicit mencium keningnya yang sudah dingin kaku dan khas wangi bebauan bunga melati. Kemudian membacakan alfatihah serta surah yasin dan masih duduk disebelahnya, di selah bacaannya dadanya mulai terasa sesak, kepala sudah merasa sedikit pusing karena menahan tangis, tapi ia ingin tak ada air mata yang jatuh didekat yuyutnya, tapi seakan tanpa permisi lagi, air mata itu jatuh membasahi pipinya, ditambah suara yang seakan menghilang dan terasa serak. Betapa cicit mencintainya, ia belum mengatakan betapa ia mencintai yuyutnya, betapa bangganya punya yuyut seperti dirinya, hal ini yang menyesakkan dadanya ketika ia mengingatnya..

Lalu pada saat pemandian, si cicit ikut memandikan yuyut, ia duduk di bagian dada yuyut, untuk pertama kalinya memandikan mayit, dilihatnya yuyut dalam jarak yang sangat dekat, dibersihkannya dada sampai lehernya, diusapnya wajah, ia rasakan kulit yang sudah mulai mengeras, ia sentuh mata, hidung, bibir hingga dagunya, inilah sosok yang menjaga, merawat, melindungi dan yang selalu membuat si cicit tersenyum. Setelah itu dikafani, lalu disholatkan.

Betapa ia mencoba tegar didepan semua orang, ia melihat dari kejauhan sosok itu disholatkan yang semasa hidupnya yuyut adalah orang yang rajin dalam beribadah khususnya dalam sholat, yuyut bahkan tetap sholat walau kakinya sakit, jika tak bisa berdiri ia akan duduk. Sekarang ia yang disholatkan oleh banyak orang, lalu dihantarkan ketempat pengistirahatan yang terakhir. Semoga jalan yuyut dipermudah oleh sang pemilik nyawa.
-------------------------

Desember 2014, yang membuat hati sesak ketika si cicit tak dapat mewujudkan keinginannya, iya si cicit tak bisa masuk ke jurusan yang selalu ia banggakan. ''Yut, lihatlah cicitmu sudah kuliah di unsri sekarang menginjak semester enam, tapi maaf yut.. cicitmu tidak masuk ke jurusan yang sudah kita rancang bersama tak bisa menjadi guru seperti yang diinginkan. Tapi cicitmu bisa menjadi dosen, yang tak jauh beda dengan seorang guru. Aamiin'' si cicit membatin.

Cinta kita tak kan pudar hanya karena kematian, kematian adalah satu hal yang pasti dirasakan oleh setiap yang bernyawa.
Cinta yang suci tak kan hilang karena tak bertemunya satu sama lain, tapi akan semakin kuat, semakin besar rasa cintanya dan semakin besar kerinduannya dikarenakan keyakinan pada janji Tuhan bahwa setiap yang bernyawa akan dibangkitkan kembali dan berharap kelak kita akan bertemu di tempat terindahnya Tuhan.

Sudah tiga tahun kepergiannya, seakan bayangnya tak pernah pudar dalam ingatan, masih teringat jelas setiap hal yang dilewati bersama yuyutnya. Selama tiga tahun hanya bisa mengunjungi tempat pengistirahatan terakhirnya, dan hanya bisa mendoakan kebahagiaannya di alam barunya.

Rindu si cicit bersamanya, cinta si cicit tetap sama seperti dulu, sayang si cicit tak berkurang sedikitpun padanya. ''Wahai bidadariku, pulangnya engkau tak selamanya bagiku, karena tak lama lagi kita kan bertemu di alam yang telah dijanjikan sang pencipta pada akhir zaman kelak'', janji si cicit.

No comments:

Post a Comment