"Astagfirullahaladzim..."
Celingak celinguk mencari sumber suara yang memekakkan gendang telinga itu.
Ternyata alarmku dan kulihat jam berapa sekarang.
"Hahh...????
Ohh.. Tidakkkk!!!!! Aku kesiangan..." Spontan aku berteriak setelah
melihat jam di handphone tertera pukul 05.45.
Segera
berhambur keluar kamar, tak mempedulikan lagi bentuk penampilanku, langsung
berlari menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Akhir-akhir ini, aku sering
kesiangan gara-gara begadang sampai pagi karena tugas-tugas kuliah, apalagi MPA
buat proposal yang menguras otak, yang penelitiannya tak kunjung usai, karena
tak ada kejelasan bahan dan informasi yang di dapat dari tempat yang diteliti
itu.
Tak
lupa kupanjatkan do'a di akhir sholatku, memohon ampun atas kelalaianku. Ku
minta kepadaNya, kelancaran dan kemudahan atas kuliah dan kerja dakwahku.
Kepala jadi pusing
karena terburu-buru bangkit dari tidur, kupegang perut seperti ada yang berbuat
sesuatu didalamnya sehingga mengeluarkan suara-suara gemuruh.
"Oh,
lapar!!!" Baru ingat, semalam aku tidak makan, bahkan tidur baru jam 03.00
dini hari. Ku lihat disekelilingku, kertas-kertas berhamburan dimana-mana.
Kulihat tanganku masih berbekas tinta hitam. Aku memegang kepalaku yang berat
dan tertunduk dengan mukena masih terselubung ditubuhku.
Setelah
merasa cukup bermuhasabah, aku beranjak dari tempat sholatku kemudian membuka
jendela, seketika udara segar dapat langsung terhirup hingga terasa masuk ke rongga paru-paru.
Di kamar yang seluas 2x3 itu, aku berbagi tempat dengan seorang teman
seangkatan jurusan teknik kimia namanya piyul.
"Kemana
dia, huffh pasti dia sedang mandi" bergeming sendiri, masih berdiri
di depan jendela yang menghadap langsung ke rusunawa putri. Piyul seorang
akhwat yang rajin belajar, setiap malam hanya melihat dia fokus di meja
belajarnya, memang semester ini cukup menyita waktu, tugas seakan-akan
menggunung di tambah kerja-kerja dakwah yang menunggu.
"Krekk..."
Pintu dibuka dari luar.
"Piyul, kenapa kau tidak bangunkan aku,
aku jadi kesiangan sholat
nahh"
dia yang baru datang langsung kusuguhi pertanyaan kesalku.
"Sudah,
la berulang kali aku
mencoba membangunkan kau, sudah kusenggol badan, kaki, tapi tetep kau dak
begerak. Tiduk seperti orang mati saja. Jam berapo semalem tiduk tuh ??"
Seloroh ia menjawab dengan kesal pula.
"Hehe,,,
iyo sih, jam 3 tadi, kau kurang kuat nyenggol aku, sekali lagi kuat-kuat sampe
bangun" garuk-garuk kepala yang tak gatal, sambil tersengeh malu. Memang, ketika
badan sudah capek, aku tidak bisa merasa dan mendengarkan apapun, bahkan bisa
tidur dengan posisi yang sama seperti awal tidur, tidak bergerak sama sekali
seperti orang mati.
"Gorengan...
nasi uduk... lontong...." Suara teriakan khas ibu penjual gorengan yang
setiap pagi mengelilingi setiap kamar di asrama ini, setelah selesai berkeliling disini,
ibu penjual gorengan
akan lanjut berkeliling di rusunawa yang lima tingkat itu.
Terkadang aku salut
juga, setiap hari
berjalan berkeliling dari lantai satu sampai lima bawa keranjang gorengan yang besar, berat
kiri dan
kanan.
"Nah,,
itu gorengan. Pas
nian perutku la keroncongan, kau nak gorengan dak yul?"
Telinga ini langsung peka kalau mendengar ibu gorengan, raut wajah jadi bahagia
karena suara gemuruh di perut ini bisa
segera di bungkam. Ku tawarkan pada piyul, bukan berarti aku akan
mentraktirnya, kami tetap bayar sendiri-sendiri, kami sadar bila mengenai ini
adalah urusan masing-masing kecuali salah satu dari kami meminta langsung, itu
artinya kantong benar-benar limit, maklum mahasiswa bidik misi yang tergantung
dari turunnya beasiswa.
Hampir
setiap pagi, diri ini mengkonsumsi gorengan, jikalau tidak sarapan di asrama
maka sarapan di kampus. Kalau di kampus sarapannya sekitar jam 11an, sudah
hampir memasuki makan siang sehingga terkadang makan pagi merangkap makan
siang. Inilah realita mahasiswa yang jauh dari keluarga, apalagi diri ini yang
tidak terlalu memperhatikan gizi dan kesehatan, yang penting ini perut tidak bunyi
lagi saja sudah cukup. Tapi tidak semuanya seperti aku, masih ada bahkan banyak
mahasiswa yang memperhatikan dirinya dengan memasak sendiri di kost. Jangan
tanya aku jika urusan masak dan memasak. Bukannya tidak bisa, tapi malas dan
kelemahanku selalu lupa bahan apa saja untuk meracik suatu masakan, kalau
dirumah ada ibu yang selalu mengingatkan dan sebagai tempat bertanya. Aku mau
masak kalau ada ibu yang mendampingiku, bahkan itu sudah jadi rutinitas tiap
pagi dan siang kalau sudah di rumah. Tapi jika di asrama, semua alat dan bahan
tidak memadai,
apalagi di kamar sudah
penuh dengan barang-barang meja,
kursi, kasur dan sudah syukur
cukup untuk diisi orang dua.
Terkadang
teman-teman mengejekku karena tidak mau masak apalagi ikhwan yang selalu
menyindir jika ada agenda, maunya akhwat yang masak. Memang mudah kalau bicara,
tidak tahu susahnya mencari alat dan bahan yang digunakan untuk masak. Soal ini
juga sering dibahas oleh ibu di rumah, "kenapa tidak ingat-ingat kalau
masak, kalau masak itu di hapalin apa saja bahannya", walaupun begitu
tetap saja ibu menjawab apa-apa saja yang kutanya.
Tapi,
berbeda hal bila memasak adalah suatu hobi,
dalam keadaan apapun susah ataupun senang, pastilah orang
tersebut akan tetap
memasak apapun keadaannya, karena itu adalah kehobiannya.
Masalahnya sekarang masak bukanlah hobiku, jika dirumah aku melakukannya karena
suatu tuntutan
dan kewajiban, bila di luar hal itu sangat aku hindari, aku lebih suka mengerjakan sesuatu yang
bersifat
administrasi atau yang mengatur dan merancang suatu kegiatan.
Beberapa
hari setelah agenda ILT, hari-hariku disibukkan dengan tugas-tugas kuliah dan
acara penguatan kader. Sudah ada rancangan juga tentang agenda besar syiar
yaitu KKD. Sudah mulai dirancang sedini mungkin untuk meminimalisir kesalahan
ataupun kekurangan di lapangan.
Setiap
jumat siang, jadwalku mengisi mentoring adik maba, aku mengisi 13 mahasiswi
sosiologi. Sebenarnya aku mengakui akan kekuranganku, aku belum bisa maksimal
mengisi mentoring dan juga belum mahir dalam menyampaikan sesuatu yang bersifat keagamaan, yang
harus punya dasar kuat karena apabila bicara tentang agama
semuanya berkaitan dengan Al-Quran dan Hadist Rasul sedangkan aku masih jauh
dalam memaknai apalagi hapal hadist. Aku mentrasfer ilmu yang kudapat selama
aku belajar di waki kepada mereka, sesekali berupa pengalamanku sendiri yang
bisa diambil hikmahnya. Atau hanya sekedar bermain games dan curhat tentang
masalah kuliah atau pribadi masing-masing mente, agar bisa lebih akrab dan
mengenal satu sama lain.
Di
akhir bulan september ini jadwalku penelitian lagi, kami penelitian di Badan
Persampahan dan Kebersihan Kota (BPKK) Pemda OI. Kelompok penelitianku
berjumlah 9 orang yaitu Mona, Sari, Mala, Ninsih, Dika, Fendi, Danu, Jayak dan
aku. Kami berasal dari satu konsentrasi yang sama yaitu Kebijakan Publik.
Di
tengah teriknya mentari,
kami sepakat untuk pergi penelitian, ini kunjungan yang ke
sekian kalinya, aku serta teman wanita lainnya pergi naik angkutan umum menuju
tempat penelitian sedangkan rekan yang laki-laki menggunakan motor mereka masing-masing.
Ini pertama kalinya aku penelitian langsung ke sebuah lembaga negeri, suatu
kesempatan untuk melihat secara real bagaimana pegawai negeri melakukan
tugasnya, dengan
kabar burung yang tersebar bahwa pegawai negeri tidak
melakukan pelayanan sebaik pelayanan pegawai swasta.
Ketika
sampai disana, terlihat
di depan gedung sudah bertengger motor rekan kami tadi, itu artinya mereka
semua sudah sampai lebih dulu.
Kamipun langsung masuk kedalam dan memang benar mereka sudah
duduk di ruang tamu bersama bapak sekretaris. Ia menceritakan kalau kami boleh
mewawancarai
kepala bidang yang ada disini. Setelah selesai dengan kepala bidang, kami
diperbolehkan menemui beliau.
Tak
ada yang istimewa disana, hanya pegawai yang hilir mudik kesana kemari entah
apa yang mereka kerjakan. Pegawai yang hampir kebanyakan diisi oleh TKS (Tenaga
Kerja Sukarela) yang masih muda-muda. Sedangkan kepala bidang diisi oleh
bapak-bapak yang sudah berumur yang mungkin sebentar lagi pensiun. Rambut sudah
memutih, bicara pun sudah agak mengawur. Mungkin karena orang yang dianggap tua
di kantor, maka tak ada yang berani menegur beliau yang ketika itu merokok di
dalam ruangan full AC, ketika dilihat di ruangan sebelahnya ternyata sama saja,
sepertinya sudah menjadi kebiasaan. Padahal sudah ada pernyataan dilarang merokok di ruangan AC.
Berbincang
dengan salah satu aparat negeri ini layaknya berbincang dengan tukang model di
warung santai. Bahkan
udara didalam ruangan itu menjadi sesak seperti mencekik leher
karena asap rokok
yang tersebar. Melihat semua realita itu, niatku ingin jadi
pegawai negeri menjadi surut, setiap jam dilewati begitu saja, tak ada kerja
yang serius dilakukan atau jadi tantangan, aku tak ingin waktuku habis seperti
ini, ingin melakukan sesuatu yang spektakuler yang mengeluarkan keringat karena
berpikir dan bergerak.
Dalam hatiku, mungkin
kerja di
kategori wilayah tingkat tinggi seperti di ibukota, mungkin saja tak ada lagi
waktu untuk bersantai, seperti di Istana ataupun di kementerian, aku harus
mencapai tingkat itu, tapi aku juga harus melewati fase di bawah seperti yang
kulihat seperti sekarang
ini.
Memang
tak ada yang mudah untuk mencapai suatu kehidupan yang layak, penuh dengan
perjuangan dan pengorbanan, apalagi mengandalkan kemampuan sendiri dan
bergantung pada yang Maha Kuasa. Penuh cobaan dan ujian yang membuat iman naik
dan turun, ketika bisa melewati itu maka akan terasa manis dan semakin percaya
diri dan apabila tak bisa melewatinya maka kita akan diuji dengan hal yang sama
sampai kita bisa melewatinya.
Di
penghujung bulan September ini, hubunganku dengan teman-teman satu kelompok
penelitian semakin dekat, terutama dengan Mala dan Dika. Kami berkumpul di
depan ruang baca Fisip, sambil duduk-duduk santai membahas bagaimana kelanjutan
penelitian ini. Sesaat aku termenung melihat wajah Mala yang kini semakin adem
dilihat, dia semakin menawan dimataku, mungkin karena dia sudah memakai hijab
syari. Iya, syari. Seminggu sesudah ILT waktu itu, malam itu aku dapat sms dari Mala.
"Lyn,
besok jangan kaget ya, aku mau nunjukin sesuatu yang buat kau kaget
nantinya" sms Mala yang membuatku deg-degan seperti mau dapat kejutan dari
si do'I.
"Hah?
Apaan? Jangan macam-macam ya. Kejutan apa sih? Besok kan bukan ulang tahunku
hehe" kubalas dengan rasa penasaran, kupikir dengan seksama, sesuatu apa
yang bisa buat aku kaget.
Hmm,,
bila diingat-ingat Mala beberapa hari terakhir sudah tidak pakai jeans lagi, ia
selalu pakai rok. Dan bajunya pun sudah agak mulai longgar. Kali ini apaan ya??
"Ahahhh!!!!! Aku tahu, pasti dia pakai hijab dua lapis dan lebar"
yang terlintas dalam benakku. "Tapi tidak mungkin ahh, begitu cepatnya dia
berubah pikiran, tapi siapa yang tahu sih, kan hidayah اَللّهُ ada di tanganNya"
tepis ku,
agar aku tak banyak menghayal kejutan apa yang ia siapkan besok.
Keesokkan
harinya, sengaja aku datang lebih
pagi
biar tidak didahului Mala. Ku tunggu ia di depan Mushola tercinta. Sudah mau
masuk kelas tapi batang hidungnya belum juga keliatan. Dari kejauhan, kulihat
ada seorang wanita yang berjalan ke arahku,
mataku tak jelas melihat wajahnya, tapi kutahu ia tersenyum malu
ditutupi dengan kedua
tangannya.
Semakin dekat dan semakin jelas, ternyata...
"Hahhh....
Malaaaa... Seriuss ini dikau...!!!
Ya اَللّهُ,
Masya اَللّهُ... Cantiknyaaa, coba dari dulu kayak gini hehe" histeris,
langsung berdiri dari semulanya aku duduk, kuhampiri dia dan seakan tak
percaya, kusentuh dia untuk meyakinkanku bahwa ini bukan mimpi.
Dia
putar tubuhnya layaknya princess sedang
mencoba gaun baru.
"Gimana
bagus dak?? Rapi dak?? Malu aku hehe" selorohnya meminta pendapatku apakah
sesuai dengan tubuhnya
itu.
"Bagus
kok, pas, nah kalo gini kan enak lihatnya, jadi adem, keluar deh aura pesona
anggunnyo" kata-kata pujian langsung keluar dari mulutku. Memang tak
disangkal lagi, dia lebih manis dan cantik dibandingkan yang kemarin, aura
gadisnya semakin terlihat. Itu dalam pandanganku, yang lain mungkin merasakan
hal yang sama dengan apa yang kurasakan.
Puji
syukur kupanjatkan kepada Sang Kuasa yang membolak-balikkan hati manusia
sedemikian rupa. Mudah bagiNya untuk melakukan sesuatu yang di luar batas
pikiran manusia. Dalam sekejap, Mala sudah menjadi wanita muslimah yang syari
walau baru dari segi penampilan tapi insyaAllah yang lain akan segera
mengiringi jejak langkah hijrahnya ini.
"Hehh,, Lyn ??? Melamun aje
lu.. Apa
pendapatmu tentang ini?"
Sontak
aku dikagetkan dengan teguran si Dika.
"Hah?
Iya.iya aku sih nurut aja, mana bagusnya Dik"
Mengeles
sebisa mungkin, padahal aku tak mendengar apa yang mereka diskusikan karena
melamun tentang Mala tadi.
Dika
adalah ketua kelompok penelitian ini, kami semua percaya akan kemampuannya
memimpin sehingga kami semua sepakat memilih dia sebagai ketua. Pandanganku
kini beralih ke Dika, aku pun punya cerita tentang dirinya, yang membuat
hubungan kami menjadi lebih dekat seperti ini.
Di
awal semester empat lalu dimulainya kedekatan aku dan Dika, waktu itu pada
malam hari, tiba-tiba ada yang sms.
"Assalamualaikum, Lyn, lagi sibuk apa?
Aku mau nanya boleh?" Itu bentuk awal sms nya, tapi
tidak ada nama kontaknya, mungkin
aku lupa simpan nomornya.
"Waalaikumusalam,
ini siapa ya?"
"Ini Dika, Lyn. Boleh Tanya nggak?"
"Oh, Dika. Boleh. Mau tanya apa?"
Kaget
ketika yang sms adalah Dika, itu anak orangnya pendiam di kelas sama hal nya
dengan aku, kami pun belum pernah bicara atau ngobrol layaknya teman lainnya.
"Tumben, ini
anak sms. Mau Tanya apa ya dia" gemingku dalam hati. Balasan
pesannya pun agak lama, sehingga semakin penasaran apa yang ingin dia tanyakan.
Drett.drett.drett..
Getar
handphoneku yang terdengar keras karena tak jauh dari telinga ini, karena
posisinya aku lagi tidur-tiduran di lantai sambil berbincang-bincang dengan
piyul. Kubuka pesannya, sontak langsung duduk dan tertawa setelahnya.
"Iya Lyn, aku mau tanya,
bagaimana kau bisa
dapat ipk besar? Gimana cara kau belajar Lyn? Selama ini aku perhatikan kau di
kelas, kau biasa-biasa saja, aku tak menemukan sesuatu yang waw dalam dirimu
haha.. kok bisa sih, ajari aku woo.. "
Bagaimana
aku tidak kaget dan tertawa. Bagai disambar petir, ada yang berani jujur
seperti itu kepadaku. Dia yang jarang bicara denganku tiba-tiba dengan
beraninya bilang seperti itu.
"Hahaaaa..."
Sampai
sakit perut aku tertawa berputar-putar di lantai seperti gasing. Sampai piyul
melihatku dengn pandangan aneh dan kesal, karena suaraku pasti mengganggu
konsentrasi belajarnya. Setelah cukup lama, puas dengan tertawa. Berpikir
sejenak dan menghayati sms darinya.
"Oh,,
ternyata selama ini dia memperhatikan aku. Astaga, jadi malu aku. Tidak ku sangka, aku yang seperti
ini saja ada yang memperhatikan, padahal sudah sebisa mungkin tidak ingin menonjol dan mencoba
menutupi
ipk ku itu. Berarti
dia kepo dong, haduhh.”
“Dia tidak
bisa lihat senjata rahasiaku, kalau dia hanya berpacu
pada ke-aktifan
di kelas, seperti
sering bertanya ke dosen. Aku jarang bertanya, kecuali ada hal yang tidak bisa dicari di
mbah google, baru aku bertanya pada dosen bersangkutan.
Padahal penilaian itu bukan
semata-mata karena sering bertanya, tapi bagaimana kita bisa
berhasil pada tugas, kuis, mid dan yang paling penting adalah uas"
berbicara pada diri sendiri sambil memikirkan jawaban apa yang akan kubalas pada
pesan teks ini.
"Hahaa,, kau ini Dik. Kukira
apaan yang ingin kau tanyakan.. Ipk besak bukan semata-mata di dapat oleh aktif di
kelas. Satu kunci yg pasti adalah aku mencoba untuk jujur pada diriku sendiri,
apabila ada tugas atau uas, aku akan mengerjakannya sendiri dan pastinya sudah
belajar seoptimal mungkin dari jauh-jauh
hari. Disertai dengan do'a agar dimudahkan dan mencoba untuk tetap konsisten
dengan sholat tepat waktu plus solat malam Dik. Tapi, syukur kalau kau tidak menemukan
sesuatu rahasia itu
dalam diriku, karena itu tidak bisa dilihat
dari luar, itu kekuatan dari dalam. Kau jangan tanya sama aku seorang,
kau juga harus tanya
sama
yg lain,
di kelas kito banyak yang ipk nyo besak, bukan aku be kok."
Sebisa
mungkin aku balas dengan menyertakan kuasa tuhan di dalamnya, sebenarnya agak
sedikit tausiyah bahwa yang kudapat bukanlah semata-mata karena diriku sendiri
tapi karena اَللّهُ. Aku berharap semoga dia mengerti akan maksud rahasia dari
kata-kataku itu.
Dreett.drett.drett
Secepat
mungkin aku buka layar handphone, tidak sabar apa tanggapannya dari jawabanku
tadi.
"Oh,, gitu... Iya
padahal aku juga
sudah
belajar semaksimal
mungkin,
tapi
masih jauh dari kau.
Aiihh
pokoknya nanti aku
akan kalahkan kau, aku akan belajar dan usaha lebih
giat lagi haha, apolah
rahasia itu Lyn"
Mulutku
terngangah begitu saja, dia belum maksud akan jawaban kunci tadi bahwa sholat,
kejujuran dan percaya diri adalah kuncinya. Tapi, aku sedikit lega karena bisa
menjadi penyemangat orang lain
untuk
lebih giat lagi dalam belajar. Bahkan dia dengan beraninya menantangku bahwa
dia bisa mengalahkanku. Ku anggap itu sebuah bentuk awal persahabatan kami. Malam itu kami sharing
satu sama lain dan saling menguatkan
untuk hasil semester depan.
Sejak itulah, kami jadi sering berkomunikasi baik lewat media sosial maupun bertemu secara langsung di kampus. Seperti sebuah takdir yang sudah digariskan, sejak saat itu, kami sering satu kelompok tugas bersama, sering mengobrol tentang tugas-tugas kuliah bahkan sering membantu jika salah satu diantara kami yang tidak bisa atau tidak mengerti penjelasan dari dosen.
Sejak itulah, kami jadi sering berkomunikasi baik lewat media sosial maupun bertemu secara langsung di kampus. Seperti sebuah takdir yang sudah digariskan, sejak saat itu, kami sering satu kelompok tugas bersama, sering mengobrol tentang tugas-tugas kuliah bahkan sering membantu jika salah satu diantara kami yang tidak bisa atau tidak mengerti penjelasan dari dosen.
Memang
اَللّهُ yang menjadi
sutradaranya dan kami hanya sebagai aktornya saja. Ketika dulu kami
tidak mengenal satu sama lain, tidak mencari satu sama lain, sampai-sampai baru
sekarang aku tahu dan sadar bahwa ternyata Dika teman satu PA ku dengan bu
lili. Ya اَللّهُ, kemana saja aku selama ini, baru semester enam aku menyadari
itu, karena aku merasa tak pernah
melihat dia selama bimbingan dengan bu lili, akupun tidak
mencari-cari tahu siapa saja teman se-PA, yang aku tahu hanya Fendi dan Danu,
mereka satu genk dengan Dika. Aku lebih dulu akrab dengan Fendi dibanding
dengan yang lainnya dalam satu genk itu. Ternyata jarak kami begitu dekat tapi
kami tidak mengetahui bahkan kemarin-kemarin tidak saling mengenal
sampai-sampai se-PA pun tak tahu.
Kini
aku menikmati bagaimana takdir اَللّهُ mempertemukan kami, sekarang kami menjadi
sahabat yang bisa menjadi tempat bernaung berbagi kisah duka dan suka. Saling
membantu, bahu membahu selagi bisa. اَللّهُ maha besar pemilik arasy yang mengetahui
akhir dari skenario ini.
Canda
tawa menutup kegiatan ILT pada hari ini, seakan terlepas dari semua beban.