Saturday, December 27, 2014

Zulaikha Street || Part #1 Tekad Kuat Membaja


Sang mentari telah menerangi segala sudut ruang kamar ini. Walau cahayanya tak masuk secara langsung tapi terangnya tak kalah dengan aslinya akibat pantulan cahaya dari dinding rusunawa yang tepat berada di depan jendela kamar. Jendela dan tirai kamar yang masih tertutup ini membuat udara kamar menjadi pengap dan terasa sesak. Sudah hampir satu bulan ditinggal oleh pemilik kamar.

Udara pagi di sekitar lingkungan kampus memang terasa sejuk, lingkungan yang masih terjaga dengan pohon-pohon rindang yang masih tertata dengan rapi. Embun-embun pagi masih membasahi dedaunan, jalan-jalan yang masih lembab dihiasi daun-daun tua yang sudah menguning kecoklatan bertaburan dimana-mana.

Awal-awal Agustus memang sudah memasuki musim panas, dan itu sudah dirasakan oleh tubuhku yang terbalut pakaian layaknya muslimah walau harus diakui jauh dari kata sempurna, karena di pagi hari ini sinar mentari sudah begitu menyengat. Pagi ini, seperti biasa aku menyusuri jalan menuju Asrama putri yang terletak di belakang pemukiman Unsri. Setelah turun dari angkutan umum bewarna kuning itu, angkutan yang biasa mengantar mahasiswa maupun masyarakat sekitar indralaya dengan rute beraneka ragam. Angkutan kuning itu bisa mengantar dari stasiun kereta api indralaya sampai ke tanjung raja, tergantung jumlah penumpang yang akan menaikinya. jika itu mahasiswa, biasanya rute yang dilalui hanya kampus sampai pasar indralaya.

Aku turun tepat di persimpangan jalan antara fakultas ekonomi dan jalan menuju fakultas Isip. Jika pagi seperti ini angkutan yang aku naiki adalah angkutan yang biasa bertengger di depan klinik Unsri, karena berangkat dari rumah di Prabumulih. Angkutan tersebut tidak mau mengantar sampai ke asrama bukan karena sang supir tak tahu jalannya tapi sudah ada pembagian jatah masing-masing angkutan. Tapi pernah suatu hari aku mencoba membujuk sang supir angkutan untuk bisa mengantarku sampai asrama, ada kalanya sang supir berbaik hati untuk mengantar sampai ke asrama tanpa meminta tambahan ongkos tapi kebanyakan yang aku temui adalah sang supir meminta tambahan yang terkadang hampir sama dengan ongkos pergi ke Prabumulih. Alhasil aku lebih memilih untuk berhenti di persimpangan itu, lalu menyursurinya dengan berjalan kaki.

Dengan semangat pagi, aku berjalan dengan santainya. Kemudian merogoh Hp yang berada didalam tas, perlahan aku tekan tombol navigasi hanya untuk melihat jam berapa sekarang. Jam yang tertera disana pukul 08.05, ternyata bus yang aku naiki dari Prabu sampai Indralaya termasuk sangat cepat. Sengaja aku masukkan lagi Hp kedalam tas mengabaikan beberapa sms masuk agar bisa menikmati indahnya suasana kampus dan sejuknya udara segar ini. Sekilas ku melihat ke arah gedung bewarna abu-abu di sebelah kiriku, tak lain adalah gedung dekanat Fisip, sudah tampak beberapa orang sudah duduk-duduk di hamparan pinggir gedung. Terlihat bus Fisip juga ada disana, itu artinya sudah ada beberapa karyawan ataupun para birokrat itu sendiri sudah datang untuk melayani para mahasiswa.

Hari ini adalah hari dimulainya aktivitas kuliah di semester ganjil, terlintas dipikiranku tujuan datang ke kampus mungkin sama dengan beberapa mahasiswa lainnya yaitu mengambil khs (kartu hasil studi) semester genap yang baru saja berlalu, sudah tahun kedua dan ini pertama kalinya khs di printout sendiri oleh pihak dekanat dengan kebijakan baru oleh dekan baru. Tiba-tiba saja aliran semangat yang kurasakan disekujur tubuh perlahan menghilang, dengan gontai kuberjalan tak sadar bahwa gerakku sangat lamban kemudian aku mempercepat jalan dengan raut wajah yang tadinya cerah sekarang berubah menjadi datar.

Air bening yang berasal dari kelopak mataku mengalir perlahan, dalam hati beristighfar sebanyak-banyaknya. Teringat hasil yang kudapatkan di semester genap lalu, hasil yang benar-benar jauh dari harapan, hasil yang membuatku menjatuhkan air mata, hasil yang membuatku berpikir berulang kali dimana letak kesalahanku sehingga mendapatkan hasil yang tak sesuai dengan targetanku di awal semester lalu. Dengan sesugukkan aku menangis sampai akhirnya sudah berada dijalan depan rusunawa, melihat sang mentari bersinar menampar wajahku yang sembab dan basah. Lalu seperti ada yang berbisik dan menghujam hatiku “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS. Muhammad:7). Aku mengangguk mengiyakan bisikkan itu. “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan : kami telah beriman, sedang mereka belum diuji?” (QS. Al-Ankabut :2-3). Aku tersenyum dan secepat kilat aku menghapus air mataku, rasa semangat itu mengalir lagi dalam aliran darahku. Layaknya seorang prajurit, dengan tegap kutata langkah kaki dengan agak berteriak “Aku pasti bisa melalui ini” dengan genggaman tangan yang kuat kuletakkan didadaku dan seperti berazzam aku berkata pada diriku sendiri “Aku diuji lagi, dan ini kesekian kalinya aku diuji dengan nilai, aku pasi bisa selagi Allah tujuanku, Allahu Akbar!!!”, sambil berjalan tak hentinya aku bertakbir untuk memperkuat keyakinanku melawan rasa futur.

Pintu gerbang asrama sudah terbuka lebar, seakan-akan menyambut kedatanganku. Terilhat masih sangat sepi sekali, tak ada aktivitas sedikitpun hanya tanaman-tanaman yang bergoyang diterpa angin seolah mereka bertasbih memujikan kebesaran Allah dengan irama yang teratur. Dengan mengucap hamdalah kulangkahkan kaki ini untuk masuk kedalam asrama yang dikenal dengan asrama muba. Dulu, waktu asrama ini dibangun pertama kali. Asrama ini milik daerah Muba yang sengaja dibuat untuk menampung mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari daerah Muba. Tapi, kemudian asrama ini dibeli oleh pihak Unsri sehingga akhirnya dijadikan asrama khusus untuk mahasiswa yang mendapatkan beasiswa bidik misi. Walau sudah berpindah kepemilikan, orang-orang masih menyebutnya dengan asrama muba, mungkin sudah familiar dengan nama itu.

Dengan sigap kubuka pintu kamar yang bewarna coklat ini, lalu bsssttt terasa sekali uap kamar yang pengap dan gelap, yang menandakan bahwa tak ada udara yang masuk. Cepat-cepat kubuka jendela kamar dan menyingkap tirainya, terasa udara pagi yang sejuk perlahan memasuki ruang kamar yang luasnya sekitar 2x3 meter ini. Kuambil sapu lalu kubersihkan lantai dan meja yang berdebu. Kemudian kurebahkan sebentar tubuh ini, untuk mengatur nafas yang terasa sesak akibat menangis ditambah udara pengap kamar. Setelah terasa agak mendingan, bersiap untuk sholat dhuha terlebih dahulu.

Keluar dari kamar untuk mengambil air wudhu, kamar mandi yang berada paling belakang tak menyurutkan niat ini untuk meluangkan waktu untuk sang Ilahi. Menyusuri koridor asrama, terlihat pintu-pintu kamar lainnya masih tergembok dan ada juga yang sudah ada penghuninya. Walau tahu ada teman yang sudah datang juga tapi sengaja tak kuhampiri karena pastinya Ia juga sedang sibuk membereskan kamar yang sudah lama tak dikunjungi.

Sampai di halaman belakang, ternyata sudah banyak hamparan jemuran yang bergelantungan di tali jemuran. Itu menandakan setidaknya sudah sedikit banyak mahasiswa yang sudah pulang ke asrama. Masuk ke dalam kamar mandi dan seperti biasa dengan melihat air didalam bak yang agak berminyak karena bak yang memang sudah karatan itu membuatku selalu untuk bersabar dan mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan meski seadanya setidaknya di asrama ini tak kekurangan air dimana ditempat lainnya terkadang sulit mendapat air karena kekeringan.

Setelah dhuha kusertakan doa yang kupanjatkan agar tekad bulat untuk memperbaiki niatku agar dapat se-optimal mungkin dalam proses perkuliahan dan menyerahkan hasilnya sepenuhnya pada sang menentukan, agar tidak kecewa karena Allah melihat proses bukan pada hasil. Kemudian menyiapkan dan merapikan buku-buku yang akan dibawa kekampus, meski tak ada kuliah memang belum ada jadwal kuliah yang fix di semester ganjil ini, tapi aku selalu menyiapkannya untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu keperluan yang mungkin mengharuskan untuk ditulis di buku. Kurapikan kembali setelan pakaianku, jilbabku dan berkaca sucukup mungkin agar dapat terlihat seperti mahasiswa lainnya.

Sedikit berlari-lari kecil, keluar dari asrama dengan berjalan kaki kembali. Sengaja ingin berjalan mengitari jalan yang dilalui dan memang angkutan yang biasa standby di rusunawa tidak ada. Didepanku ada mahasiswa-mahasiswa yang sepertinya mau ke fakultasnya masing-masing. Meski tak ada yang tahu tujuan dari setiap yang berjalan di jalan ini tapi ini sudah menjadi jalan yang biasa dilalui anak-anak asrama maupun rusunawa untuk pergi ke fakultasnya.

Di depan gedung dekanat Fisip, dari kejauhan terlihat teman-teman sedang bercengkrama satu sama lain. Semakin dekat dengan mereka, kusapa mereka secara keseluruhan. Kemudian beralih ke samping kanan gedung dekanat untuk mengurus administrasi perkuliahan agar bisa lanjut ke semester selanjutnya. Setelah selesai urusan administrasi dan sebagainya, kusempatkan untuk menengok mushola yang berada di samping kiri gedung dekanat. Sepi, tak ada satupun yang berada disana, kuurungkan niatku kesana, kembali kedepan gedung kulihat sosok yang sepertinya kukenal dan ternyata benar, Ia tersenyum lalu menyapaku. Sosok itu bernama Mala, kami berteman sejak semester pertama dan semakin erat persahabatan kami sejak semester genap kemarin.

 “Hei Lyna, bagaimana apa kau sudah mengambil khs mu?”

 “Iya baru saja, apa kabarmu Mala?”

 “Baik, dan kamu?”

 “Alhamdulilah masih dikaruniai nikmat kesehatan oleh yang maha kuasa”

 Kemudian kami duduk di bangku panjang yang sudah tersedia didepan gedung itu. Sejurus kemudian Ia membuka obrolan.

 “Bagaimana hasil semestermu Lyn, ?”

 “Lumayan, walau tidak sesuai targetku”

 Sebenarnya, aku malas jika sudah bertanya akan ini sehingga aku tak menanyakan kembali kepadanya, karena tak ingin mengungkit hal yang membuat sedih. Untuk mengalihkan pembicaraan, aku bertanya mata kuliah apa yang diambilnya di semester ini. Ada sedikit perdebatan, karena di semester ini ada mata kuliah pilihan konsentrasi. Ia memilih Advokasi Kebijakan sedangkan aku memilih Kebijakan Pariwisata, walau yang mengalah adalah aku sendiri, karena tak ada yang mengambil mata kuliah itu dan syarat bisa mengambil mata kuliah pilihan harus minimal 10 orang yang mengambilnya. “Mengapa advokasi sepertinya mata kuliah itu membosankan” gumamku dalam hati. 

Akhirnya Advokasi menjadi pilihanku juga, karena terpaksa mengikuti teman-teman satu konsentrasi yang semuanya memilih mata kuliah itu. Sedikit kecewa tapi mencoba untuk menerimanya karena jika tidak akan menjadi beban saja dan itu akan menghambat usaha dan upaya yang dibangun selama ini. Disadari atau tidak terkadang jalan hidup ditentukan oleh berapa banyak orang-orang yang berada dikelompok yang sama dan mempunyai tujuan sehingga menjadi satu gerakkan massa. Itulah yang terjadi pada pengambilan mata kuliah ini, sebagian orang hanya mengikuti pilihan yang banyak di pilih orang tanpa berpikir apakah ini sesuai dengan kemampuan atau keinginan, seolah tak bisa menentukan pilihan jalan hidupnya sendiri. Tapi tak ada yang bisa menyalahkan tindakan beberapa orang, karena tindakan mengikuti pun sudah menjadi pilihan tersendiri.

Apapun yang dihadapi di semester ini, sesibuk apapun berorganisasi dan seberapa waktu yang banyak habis memikirkan umat tetap kuliah menjadi hal yang harus dipikirkan guna masa depan kelak dimana tidak hanya talenta atau pengalaman tapi akademis juga ikut dilirik untuk menentukan masa depan yang cerah. Sehingga tekad bulat untuk lebih baik di semester ini sudah membaja dan tekad untuk menjalankan amanah organisasi juga sudah kuat dengan tetap berpegangan dengan Allah semata.

Saturday, December 20, 2014

Pulangnya Bidadariku :')


Kenapa bisa bidadari, dia adalah sosok wanita yang tegar, kuat, baik hatinya yang terpancar dalam raut wajahnya yang terlihat berseri meski umurnya sudah tua renta. Ia berwujud sebagai buyut yang ceria dan selalu dirindukan bagi cicit-cicitnya.

Si cicit yang pertama adalah cicit kesayangannya yang biasa dipanggil Ani. Sejak merantau ke kota Nanas, maka Indralaya menjadi tempat tujuan setelah akhir libur sekolah. Jika buyut yang rindu, ia akan ke rumah Ani dengan sendirinya serta membawa barang bawaan yang berkarung-karung, yang didalamnya berisi rambutan, nangka, sukun, jambu, cempedak yang itu semua berasal dari tanaman yang ia tanam sendiri di sekitar rumah. Di rumah buyut terletak di pinggir jalan samping terminal yang dahulu dikelilingi oleh kebun rambutan, iya rumah yuyut berada di tengah kebun rambutan yang sangat luas bisa diibaratkan luasnya seperti lapangan bola kaki. Tapi kebun itu sudah menjadi ruko-ruko tinggi dari ujung ke ujung tanpa tersisa satu pohon pun, karena ketika itu yuyut menjual tanahnya dan pindah ke jalan nusantara membangun rumah yang baru.

Dahulu, antara jarak rumah yang satu dengan yang lain itu lumayan jauh, sehingga terlihat sepi, apalagi rumah buyut yang ditengah kebun, masuk ke dalam terlihat gelap karena rimbunnya pohon-pohon rambutan itu. Rumah yuyut yang tegak berasal dari papan-papan yang sudah terlihat reok tapi masih bisa bertahan walau tak ada yang bisa menjamin berapa lama lagi papan itu akan bertahan, dengan lantai yang di semen tapi semennya sudah menipis sehingga terlihat seperti tanah, dan lantai dapur memang belum di semen sehingga memang berlantai tanah. Kamar mandi berada di luar, tepat di pintu belakang rumah, terdapat dua sumur, sumur yang pertama berada tak jauh beberapa meter dari pintu belakang sedangkan sumur kedua sebagai sumur cadangan jika yang pertama mengering, sumur kedua ini cukup jauh di sebelah kanan rumah jaraknya mencapai 20 meter dari pintu belakang. Lalu wc nya berada jauh di belakang rumah, agak sedikit masuk kedalam hutan, iya dibelakang rumah yuyut setelah kebun rambutan terdapat hutan yang seperti rawa, karena ketika musim hujan hutan tersebut bisa tergenang air cukup dalam layaknya rawa. Tidak ada mesin air sehingga menggunakan derek yang sedikit menakutkan karena sumur nya tak ada cincin atau pembatas, sumur itu hanya dikelilingi kayu, kayu yang cukup lapuk.

Di rumah itu, tinggalah yuyut beserta makwo, pakwo (alm) dan anaknya. Makwo adalah anak satu-satunya buyut, suaminya disebut pakwo dan anak makwo ada satu dari suami yang pertama itulah ibunya Ani, kemudian ditambah lima anak lagi dari suami kedua.

Meski terlihat sederhana bahkan sangat sederhana, tapi kenangan inilah yang begitu bahagia hingga masih teringat detail bagaimana kebahagian di masa lalu.

Dalam ingatan si cicit, tidak ada yang lebih menyayanginya melebihi rasa sayang yuyut kepadanya bahkan ayah dan ibunya. Si cicit lebih sering bermain dengan yuyut, begitu dekatnya sehingga si cicit tak mengingat hal yang bahagia lain selain ingatan bersama yuyutnya.

Ketika liburan sekolah tiba, hal yang paling diinginkan adalah liburan di tempat yuyut, dia yang paling baik, selalu membelanya ketika ia berbuat salah, membelikannya pakaian ketika pakaian yang dipakai si cicit sudah terlihat lusuh, setiap hari dirumahnya selalu ada makanan yang terbuat dari apapun yang ada disana, yuyut pintar memasak apalagi masakan jawa dan makanan ringan seperti donat, wajek, kue lapis, dan kue-kue lainnya. Ia tak pernah membatasi si cicit untuk makan apapun, bahkan ia sangat senang jika masakannya di makan oleh si cicit, alhasil si cicit menjadi cicit yang sehat serta gemuk, ia tak pernah marah bahkan menyuruh si cicit untuk diet, tak pernah mengejek atau menyindir si cicit yang gemuk dikala yang lain meledeknya karena kegemukannya.

Yuyut bilang ia sangat bangga kepada cicitnya, ia selalu menjadi juara di kelasnya, ketika ada tamu yang kerumah dimana ada si cicit juga disana, satu yang membuat si cicit menangis dalam senyuman bahwa ia selalu membanggakan si cicit di depan orang lain yang ditemuinya, ia tak melihat kekurangan si cicit, ia hanya melihat betapa pintarnya cicit nya ini. Gadis kecil yang selalu ia rawat, sekarang sudah menjadi gadis remaja, bahkan tetap menjadi siswi yang teladan disekolahnya. Begitu katanya yang selalu diingat oleh si cicit.

Pernah suatu waktu, dimana liburan sekolah telah tiba, si cicit bilang pada ayah dan ibunya untuk mengantarkannya ke tempat yuyut, yuyut juga sudah menelpon ke ibu bahwa antarkan cicitku biar ia liburan disini saja. Sepertinya ibu ayah keberatan untuk si cicit liburan kesana, tapi entah karena yuyut memaksa hingga si cicit diantarkan juga. Sehari disana, kemudian pagi esoknya yuyut sangat bekerja keras dalam mengepel lantai dan menyuruh si cicit untuk pakai sandal jika masuk rumah agar kaki si cicit tak kotor tak seperti biasanya yuyut seperti itu. Ketika ia mengepel dengan tangannya sendiri, si cicit tak tega melihatnya betapa ia membungkuk, berdiri dan seterusnya mengepel seluruh ruangan itu. Cicit bilang, kenapa yuyut mengepel sebegitunya, yuyut menjawabnya dengan nada tersindir, biar lantainya bersih agar kakimu tak kotor pakailah sandal itu jika ingin masuk, biar ibumu tak marah habis dari liburan ini kakimu jadi kotor dan pecah-pecah. Jlebb,, pilunya dada dan telinga si cicit ketika mendengarnya, jadi ibunya tak memberi izin kesini karena disini tempatnya kotor, tapi yuyut memaksa dan melakukan hal ini agar si cicit tetap bersih seperti dirumahnya. Betapa yuyut menginginkan cicitnya berada disampingnya agar si cicit nyaman berada didekatnya padahal si cicit tak pernah mempermasalahkan hal itu bahkan tak terbesit dipikirannya. Ohh, yuyut [{}]

Pada saat si cicit berusia sebelas tahun, kali ini yuyut yang datang kerumah, begitu sureprisenya si cicit, karena kedatangannya tanpa ada kabar sebelumnya. Sambil menonton tv, hari itu tepat pada tanggal 11 january di statiun tv indosiar dimana menjadi hari ulang tahunnya indosiar yang ke 11, terus si cicit kelepasan bicara, ''oh berarti indosiar ini sama umurnya dengan Ani cuman beda sehari saja'', lalu yuyut bilang ''oiya ya Ani besok ulang tahun'', kemudian dengan sigap ia ke kamar kemudian keluar lagi dengan mengulurkan uang 10.000. Cicit bilang "untuk apa ini yut?". "Untukmu ambilah besokkan Ani ulang tahun", jawab yuyut. Rasanya seperti bersedih campur bahagia, yang bahkan ingat hanya ia padahal umurnya yang sudah tua mungkin terlalu sulit untuk mengingat hal kecil berupa tanggal seperti ini tapi ia mengingatnya.

Uang itu cukup besar pada saat itu, dan sebelumnya si cicit tak pernah memegang uang sebesar itu sendiri, sekarang ia bahkan memegangnya dan punyanya sendiri. Bukan seberapa besar yang diberikan tapi seberapa besar yuyut mengingat hal kecil tentang cicitnya membuktikan betapa ia menyayangi cicitnya itu. Di keluarganya tak ada tradisi perayaan ulang tahun, apalagi pemberian kado, sekedar memberi ucapan selamat ulang tahun tak pernah dilakukan. Maka memori ini tak pernah terlupakan sepanjang sejarah kehidupan si cicit.

Masa putih biru telah tiba, di tahun pertama masuk sekolah pada 2006 silam. Di rumah mengadakan syukuran atas berdirinya rumah baru yang dibangun oleh tangan ayah dan ibu sendiri. Banyak orang berdatangan kerumah waktu itu, semuanya berserakan didalam rumah berupa sayur dan segala perlengkapannya.

Setelah pulang sekolah, ia melihat ibunya sibuk didapur bersama tetangga lainnya. Kemudian si cicit mendekatinya, rupanya yuyut juga duduk diantara mereka. Setelah si cicit duduk ditengah keramaian itu, tiba-tiba si ibu berkata dengan suara yang lantang, ''yut lihat cicitmu sudah datang bulan untuk pertama kalinya'', woo betapa hebohnya yuyut mendengarnya sampai ia memeluk cicitnya kemudian mencium keningnya. Hingga semua orang disana menjadi heboh juga, rasanya malu dicium ditengah keramaian di usia yang sudah bukan dikatakan kecil lagi. Tapi itu membuatnya benar-benar bahagia, yuyut tak segan memperlihatkan betapa si cicit adalah kebanggaannya.

Iya pada waktu itu, si cicit mendapatkan mens nya yang pertama tapi bukan hari pertama karena sudah beberapa hari yang lalu. Seperti layaknya idola, semua orang menatapnya dari kaki hingga kepala, tak tahu apa yang ada dipikiran mereka tapi si cicit mendengar bahwa Ani sekarang sudah besar, beruntung nian jadi ani udah pintar, rajin pula. Semuanya berkat kehebohan yang spontan dibuat yuyut, si cicit menyayanginya sangat menyayanginya.

Jaman putih abu-abu mulai dirasakan si cicit, betapa bahagianya yuyut ketika si cicit bilang ia masuk ke sekolah bergengsi itu tanpa tes. Tak ada rahasia diantara mereka, bahkan si cicit menceritakan tentang mata pelajaran sampai siapa saja ia berteman. Yuyut tahu bahwa cicitnya pintar dalam matematika, yang membuat si cicit salut pada yuyutnya bahwa yuyut juga tahu mengenai fisika ataupun kimia, bahkan ibunya pun buta akan hal itu.

Yuyut ingin si cicit meneruskan keahlian hingga tingkat universitas, ia tahu si cicit ingin menjadi guru matematika. Yuyut bilang pertahankan prestasinya, kalau bisa masuk kuliah pun tanpa tes, ambilah matematika, fisika kalau tidak kimia. Masuklah ke Unsri ini, dekat dengan rumah nanti tinggal jalan kaki saja. Betapa semuanya sudah dipikirkannya, si cicit pun bertekad untuk mewujudkannya sehingga sampai ia masuk Unsri pun hanya ingin membuat yuyutnya semakin bangga.

Tahun berganti tahun, hampir setiap tahun dihabiskan dengan liburan bersama yuyut. Tapi, tahun itu tahun 2011 pada liburan hari raya idul fitri, si cicit tak pergi mengunjungi buyutnya, yang waktu itu sudah terdengar kabar bahwa ia sakit-sakitan. Si cicit mulai bosan, ia merasa tinggi hati karena setiap tahun sudah kesana terus, ia ingin pergi bersama teman-temannya layaknya remaja seusianya.

Tapi tak disangka dan tak diduga bahwa ini tahun terakhirnya di dunia ini. Kurang lebih sebulan dari hari lebaran, keluarga besar digegerkan yuyut sakit hingga harus dibawa ke rumah sakit di palembang. Mendengar kabar itu ayah dan ibu langsung pergi ke palembang, beberapa hari di rumah sakit tak membawa perubahan untuk kesembuhannya, kata dokter bahwa kepalanya sudah penuh dengan darah.

Pada suatu malam, tepatnya jam 2 atau 3 malam, ayah sms si cicit yang berada di rumah bahwa yuyut sudah tidak ada lagi. Seakan tak percaya, berharap ini hanya mimpi belaka, teringat bahwa ia tak mengunjungi yuyutnya pada hari lebaran tahun itu, itu artinya lebaran pada tahun 2011 adalah lebaran terakhirnya tanpa ditemani si cicit.

Begitu menyesalnya, begitu sakitnya, si cicit menyalahkan dirinya sendiri, bodoh sekali, egois, kenapa kau tak melihatnya, kau belum melihatnya tersenyum untuk yang terakhir kalinya, menangis sejadi-jadinya, sempat tertahankan karena tak ingin adiknya melihat ia menangis sambil memukul kepalanya sendiri.

''Maaf karena tak mengunjungimu, maaf karena tak disampingmu disaat terakhir, kenapa sekarang, yuyut belum lihat aku lulus, belum lihat aku kuliah, kita belum tinggal bersama, yuyuttt!!!'', teriak si cicit tak hentinya menangis pada malam itu.

Sungguh hanya sesal yang ia rasakan, sampai sesak nafas karena tangisan yang tak tertahankan. Sampai esok harinya, ia pergi bersama adiknya, menekatkan diri untuk ke indralaya yang sebelumnya tidak pernah pergi sendiri tanpa ditemani ayah ataupun ibu. Mencoba tegar, karena kepribadian si cicit yang tak mau orang lain tahu akan kesedihannya.

Sampai disana, ternyata jenazahnya sudah ada di rumah, masih tenang tak ada air mata yang keluar dari kelopaknya. Ia hampiri jenazahnya, tak ada rasa takut ketika membuka kain kepalanya, lalu si cicit mencium keningnya yang sudah dingin kaku dan khas wangi bebauan bunga melati. Kemudian membacakan alfatihah serta surah yasin dan masih duduk disebelahnya, di selah bacaannya dadanya mulai terasa sesak, kepala sudah merasa sedikit pusing karena menahan tangis, tapi ia ingin tak ada air mata yang jatuh didekat yuyutnya, tapi seakan tanpa permisi lagi, air mata itu jatuh membasahi pipinya, ditambah suara yang seakan menghilang dan terasa serak. Betapa cicit mencintainya, ia belum mengatakan betapa ia mencintai yuyutnya, betapa bangganya punya yuyut seperti dirinya, hal ini yang menyesakkan dadanya ketika ia mengingatnya..

Lalu pada saat pemandian, si cicit ikut memandikan yuyut, ia duduk di bagian dada yuyut, untuk pertama kalinya memandikan mayit, dilihatnya yuyut dalam jarak yang sangat dekat, dibersihkannya dada sampai lehernya, diusapnya wajah, ia rasakan kulit yang sudah mulai mengeras, ia sentuh mata, hidung, bibir hingga dagunya, inilah sosok yang menjaga, merawat, melindungi dan yang selalu membuat si cicit tersenyum. Setelah itu dikafani, lalu disholatkan.

Betapa ia mencoba tegar didepan semua orang, ia melihat dari kejauhan sosok itu disholatkan yang semasa hidupnya yuyut adalah orang yang rajin dalam beribadah khususnya dalam sholat, yuyut bahkan tetap sholat walau kakinya sakit, jika tak bisa berdiri ia akan duduk. Sekarang ia yang disholatkan oleh banyak orang, lalu dihantarkan ketempat pengistirahatan yang terakhir. Semoga jalan yuyut dipermudah oleh sang pemilik nyawa.
-------------------------

Desember 2014, yang membuat hati sesak ketika si cicit tak dapat mewujudkan keinginannya, iya si cicit tak bisa masuk ke jurusan yang selalu ia banggakan. ''Yut, lihatlah cicitmu sudah kuliah di unsri sekarang menginjak semester enam, tapi maaf yut.. cicitmu tidak masuk ke jurusan yang sudah kita rancang bersama tak bisa menjadi guru seperti yang diinginkan. Tapi cicitmu bisa menjadi dosen, yang tak jauh beda dengan seorang guru. Aamiin'' si cicit membatin.

Cinta kita tak kan pudar hanya karena kematian, kematian adalah satu hal yang pasti dirasakan oleh setiap yang bernyawa.
Cinta yang suci tak kan hilang karena tak bertemunya satu sama lain, tapi akan semakin kuat, semakin besar rasa cintanya dan semakin besar kerinduannya dikarenakan keyakinan pada janji Tuhan bahwa setiap yang bernyawa akan dibangkitkan kembali dan berharap kelak kita akan bertemu di tempat terindahnya Tuhan.

Sudah tiga tahun kepergiannya, seakan bayangnya tak pernah pudar dalam ingatan, masih teringat jelas setiap hal yang dilewati bersama yuyutnya. Selama tiga tahun hanya bisa mengunjungi tempat pengistirahatan terakhirnya, dan hanya bisa mendoakan kebahagiaannya di alam barunya.

Rindu si cicit bersamanya, cinta si cicit tetap sama seperti dulu, sayang si cicit tak berkurang sedikitpun padanya. ''Wahai bidadariku, pulangnya engkau tak selamanya bagiku, karena tak lama lagi kita kan bertemu di alam yang telah dijanjikan sang pencipta pada akhir zaman kelak'', janji si cicit.

Friday, December 19, 2014

Si gadis kutu buku pingitan


Seorang gadis yang melalui hidupnya tak pernah lepas dari jangkauan orang tuanya, yang bermain tak pernah jauh dari rumahnya, yang tak pernah lepas dari gelar sang juara kelas sejak sekolah tingkat SD sampai SMA, bahkan dibangku kuliah alhamdulilah mendapat nilai yang baik meski tidak bisa diukur seperti jaman sekolah karena ini dunia kampus yang tak ada lagi perbedaan dalam tingkatan peringkat kelas.

Kesehariannya tak ubahnya seperti anak-anak gadis yang lain, ketika SD masih bisa bermain dengan teman-teman meski harus melewati beberapa tahap yang harus dilakukan sebagai syarat bisa bermain diluar rumah bersama teman, yang dimulai dari pergi kesekolah rutinitas kebanyakan anak lainnya, kemudian membantu ibu membersihkan rumah, dan jika pulang sekolahnya siang lalu pulangnya harus menidurkan adiknya terlebih dahulu, jika pulangnya pagi harus memasak untuk makan siang dan jika pulangnya sore harus mencuci piring ataupun baju kotor yang menumpuk, halitu harus dilakukan terlebih dahulu sebelum si gadis pergi bermain dengan teman-temannya, jikalau tidak dilakukan atau sifat manusiawi berupa malas dan lupa menyerang maka tak ada jatah main dengan teman atau dimarahi terlebih dahulu baru bisa main tapi kebanyakan yang terjadi jika sudah kena marah tak berani lagi untuk keluar rumah karena kemarahan ibu ayah bisa berkepanjangan sampai esok harinya alhasil besoknya tak dapat uang jajan atau didiamkan dan tidak dihiraukan sampai kemarahan itu hilang.

Pada malam harinya, si gadis membantu ibu menyiapkan makan malam, setelah itu mengerjakan tugas sekolah jikalau pun tak ada meski ada pemberesan buku sesuai jadwal esok, maka selepas itu baru bisa nonton ataupun mengerjakan hal lainnya. Tapi ketika ada ujian sekolah, maka tak ada jadwal nonton malam, yang ada hanya belajar dan berkutat dengan buku-buku pelajaran esok, kebiasaan si gadis dalam belajar ketika menjelang ujian adalah belajar jauh-jauh hari sebelum ujian datang biasanya seminggu sebelum ujian, ketika hari H si gadis hanya mengulang apa yang dipelajari dan dihafalnya, karena itu lebih mudah dan cepat diingat.

Si gadis unggul dalam pelajaran matematika, sejak tingkat SD guru-guru mengenal murid yang satu ini dengan keunggulannya dalam matematika atau sering disebut masternya matematika, hal ini pun berlanjut sampai si murid menginjak ke bangku SMA. Dalam hal ini, ia bisa mempelajari rumus dengan cepat, dari rumus dasar sampai rumus yang dikombinasikan, bahkan bisa ingat dengan cepat rumus yang rumit dan jalan penyelesaiannya.

Walau si gadis pintar dibidang ini, bukan berarti yang lainnya ia tinggal, bahkan dalam pelajaran Ips seperti sosiologi dan sejarah ia juga mendapatkan nilai yang sangat baik, karena kelihaiannya dalam menghafal. Dikenal dengan jagonya matematika, tapi ia tak pernah mengikupti olimpiade matematika atau sejenisnya, dikarenakan si gadis kurang mendapatkan info-info mengenai hal itu, bahkan dari sang guru yang tidak mengikutsertakan si gadis karena walau si gadis pintar dalam hal ini ternyata ada yang lebih pintar lagi.

Tapi tuhan tahu yang terbaik, Ia memberi kesempatan pada si gadis untuk mengetahui sampai dimana ia mampu bertahan. Waktu itu kelas 11, si gadis mengikuti eskul kimia disekolahnya, karena ia juga ahli dibidang ini, tak diragukan setiap kali ulangan harian mendapat tak jarang dengan angka sempurna, lalu pada kesempatan itu si gadis diajak gurunya untuk mengikuti olimpiade kimia, setiap sabtu sore ia belajar dengan kelompok olimpiadenya, disinilah ia berjuang namun tuhan menunjukan bahwa si gadis belum cukup mampu untuk melakukan itu, dan dengan nilai yang sempurna yang sering ia dapatkan di kelaspun tak bisa membuatnya memenangkan olimpiade itu, disitu ia menyadari bahwa langit masih ada langit di atasnya, tak cukup dengan ilmu didapat dikelas, ia harus banyak membaca lebih dan lebih lagi buku-buku yang berasal dari luar, semuanya pupus dan si gadispun mengibaratkan dirinya bagaikan katak dalam tempurung, yaa itulah kondisinya waktu itu, bahkan ia malu untuk bertemu bahkan menegur sang guru yang selama ini membanggakannya..

Bukan saja dalam pelajaran bagai katak dalam tempurung tapi dalam pergaulannya pun bisa dibilang begitu, bagaimana tidak ia sangat jarang untuk bermain seperti remaja-remaja lainnya yang kian kemari memperluas mencari teman bahkan pasangan sementaranya *pacar.

Sebegitunya si gadis menjadi pingitan, yang jarang keluar rumah kalau tidak ada urusan yang menyangkut sekolah, tapi lumayan berkembang semenjak si gadis menduduki bangku putih abu-abu. Dimana sekolahnya mengharuskan ia pulang jam lima sore, waktu itu sekolahnya yang luar biasa menjadi salah satu sekolah rintisan bertaraf internasional tepat pada angkatan si gadis masuk ke sekolah tersebut tahun 2009, jadi angkatan inilah yang pertama merasakan bagaimana sistem belajar yang bertaraf internasional tapi setelah angkatan pertama itu lulus ada wacana yang mengatakan tidak ada lagi RSBI karena pemerintah menghapus taraf itu sehingga di indonesia tidak ada lagi sekolah bertaraf internasional agar tidak terjadi perbedaan yang begitu mencolok antara siswa yang berasal dari keluarga kaya dan miskin.

Sehingga begitu padatnya jadwal sekolah, kemudian tugas-tugas yang diberikan seakan-akan bertubi alhasil dalam sehari dihabiskan disekolah dan berkutat dengan pelajaran sekolah. Hari libur hanya ada pada hari minggu, jika siswa-siswa yang lain biasanya memanfaatkan waktu ini sebagai waktu pelampiasan untuk bermain sejadi-jadinya dengan teman-teman. Meski awalnya tak tertarik, tapi berkat teman si gadis yang suka dipanggil tembem inilah yang mulai agak merubah kebiasaan si gadis yang pingitan.

Iya,, si gadis mulai merasakan perubahan pada dirinya sejak ia bersahabat dengan sitembem dibangku kelas 11 Ipa 2. Mereka duduk sebangku karena memang sudah kenal sejak smp tapi hanya sekedar saling tahu saja dan tak pernah satu kelas dan sekarang mereka dipertemukan dalam satu kelas yang sama sehingga dari inilah awal persahabatan mereka dimulai. Sepertinya tuhan meridhoi hubungan mereka hingga naik kekelas 12 ternyata mereka tetap berada dikelas yang sama, dan seperti prangko dimana ada si gadis disitu juga ada si tembem, bahkan mereka dibilang sikembar karena perawakan mereka yang mirip, dalam peringkatpun begitu si gadis peringkat pertama dan si tembem diperingkat keduanya begitu terus sampai akhir kelulusan.

Melalui si tembem, si gadis mulai mengenal dunia luar, dunia dimana seusianya mengetahuinya, disini ia mulai berani untuk menginap dirumah teman bukan untuk sekedar bermain tapi terpaksa oleh kondisi juga karena banyaknya tugas individu maupun kelompok yang harus segera diselesaikan dalam waktu singkat. Dengan waktu yang sedikit dikarenakan pulang sekolah yang sangat sore sehingga waktu malam itulah yang harus dimanfaatkan.

Pada kondisi ini juga, untuk pertama kalinya ada teman-teman laki-laki yang main kerumah bukan karena tujuan yang biasa orang-orang sebut *ngapel tapi mereka datang untuk belajar bersama. Bersama sitembem juga, si gadis mulai berkembang dalam bergaul dengan teman laki-laki, menjalin hubungan persahabatan layaknya sahabat perempuan, bercanda suka duka semuanya itu baru bisa kurasakan di bangku putih abu-abu ini bahkan agak terlambat karena saat itu sudah kelas akhir. 

Iya, si gadis tak punya teman dekat laki-laki layaknya teman perempuan, karena si gadis menganggap teman laki-laki itu hanya buat susah, pikirannya hanya bermain saja serta membuang waktu, karena dari SD sampai SMP tak ada laki-laki yang meraih prestasi yang sama atau setidaknya diatas si gadis sehingga dalam pandangannya, laki-laki itu pintar membual saja tapi isi otaknya kosong.

Tapi pandangan itu berangsur menghilang, karena ia menemukan laki-laki yang cerdas di bangku putih abu-abu ini, bahkan bersaing sengit dengan si gadis, inilah yang membuat si gadis mulai mempercayai bahwa ternyata ada juga laki-laki yang pintar setidaknya dalam sekolahnya.

Waktu terus bergulir bagaikan bola salju. Hingga si gadis tak mengingat lagi bahwa dirinya sudah menjadi gadis yang populer, tak lagi si kutu buku. Walau gelar itu tak lagi terdengar tapi ia masih bisa mempertahankan prestasinya, dan si gadis pingitanpun tak menjadi bahasan lagi karena ia sudah berani keluar, ke dunia yang sebenarnya, dunia yang penuh lika liku, suka duka yang jauh dari bantuan orang tua yang mengajarkan arti kehidupan sesungguhnya, arti tanggung jawab kepada dirinya maupun pada orang-orang sekitarnya.

Si gadis mulai membuka hati untuk kepada siapa saja ia berteman, tanpa melihat apa yang ia bisa berikan tapi sebatas manakah ia mampu mengendalikan ego dan keangkuhannya untuk menerima orang lain disisinya.

Selamat tinggal si gadis kutu buku pingitan, kau akan selalu dalam ingatan, terukir jelas dalam kenangan..

Selamat datang si gadis yang baru, yang baru memulai kehidupan nyatanya, tanjakan masih sangat jauh, kau akan merasakan letihnya berjalan, berlari bahkan merangkak untuk mencapai titik tertinggi itu. Tapi tenanglah, selama tuhan masih meridhoi, keluarga dan teman-teman yang berada disampingmu yang selalu menjadi pemicu Semangatt dikala kau terjatuh..

Thursday, December 18, 2014

Muqadimah :)


Assalamualaikum...wr.wb 

Salam hangat, salam cinta, salam kasih, salah ukhuwah, salam dari penduduk surganya Allah Aamiin. Alhamdulillah, pada hari ini, detik ini, ana berhasil membuat suatu blog sebagai awal dari kesuksesan menulis ana *saya hehe, walau agak terlambat diusia gini baru punya blog, rasanya malu sekali kepada rekan" ana yg sudah sukses dalam menulisnya. Tapi tidak ada kata terlambat untuk menuai kesuksesan.. Saya anak pertama dari 4 bersaudara dalam keluarga besarku yang alhamdulilahh masih dinaungi malaikatnya اَللّهُ yaitu ayah dan ibuku. Semoga rahmat dan berkahNya selalu tercurah untuk kalian malaikatku..aamiin

Anita Carlyna itulah nama yg diberikan oleh buyutku Imah (alm) dengan nama awal adalah Anita Carolina seorang penyanyi legendaris dijamannya *jaman buyut muda dulu tapi ayahku merubahnya menjadi Carlyna dengan alasan bahwa nama yg sebelumnya adalah nama yg biasa dipakai orang noni, jadilah Anita Carlyna hasil kolaborasi buyut dan ayah :). Untuk pemaknaan, ana tidak tahu apa artinya atau adakah artinya, tapi satu yang pasti yang ana yakini, mereka menginginkan ana menjadi anak yg membanggakan pada waktunya nanti, yang bisa mengangkat derajat mereka dimata sang pencipta dan ciptaanya..aamiin

Ana dilahirkan di Bumi Darussalam, atau biasa dikenal dengan Bumi Sriwijaya tepatnya di Indralaya pada hari kamis 12 Januari 1995 atau 10 sya'ban 1925.. Syukurwalhamdulilah sudah hampir 20 tahun hidup diBuminya اَللّهُ tanpa suatu kurang apapun nikmat.. Saat ini sedang menjalani masa study sudah memasuki semester 6 di Universitas Sriwijaya tepatnya di Jurusan Administrasi Negara Fakultas ISIP, menginjak masa study yang sudah mulai berat semoga dimudahkan dan dilancarkan agar awal tahun 2016 bisa lulus dengan comloude dan targetan tercapai aamiin..

Ehemm,, walau ana lahir didaerah dekat kampus tapi sebenarnya ana hanya numpang lahir doang, umur 2 atau 3 tahun ana dibawa ke Kota oleh ayah ibu untuk mencoba kehidupan baru yang mandiri jauh dari anggota keluarga, kota yang baru berdiri selama 13 tahun ini yang biasa dikenal dengan sebutan Kota Nanas,, yaa kalian pasti tahu itu Kota Prabumulih.. :).

Sehingga ini menjadikan Indralaya tempat tujuan bagi keluarga ana untuk mudik jika diliburan sekolah, bila diingat lucu sekali dimana sekarang ana sudah tinggal sendiri di bumi sriwijaya hampir 2,5 th, dan tak ada kata mudik lagi ke indralaya tapi mudiknya ke prabumulih :D Dulu walau sering keIndralaya, tapi tidak pernah jalan" masuk kawasan kampus unsri yang terkenal dengan areanya paling luas, yaa universitas terluas di Asia Tengggara.

Memang takdirnya اَللّهُ siapa yang tahu, kini ana sudah tak asing lagi, manapula tinggal di asrama unsri, jadi sudah hapal seluk beluk didalamnya.. Ayoo kawan" yang mau kunjungan ke univ ana, calling ana mungkin ana bisa jdi pemandunya hehe Mungkin, sedikit pembukaan dari ana yang terlalu agak melebar kesana kemari, afwan jiddan jika ada penyebutan nama, tempat yang sama, bahwa ini adalah nyata hahaa maksudnya kesalahan berasal dari ana dan jika ada yang benar maka itu kebenaran dari اَللّهُ semata.. ;) Wassalamualaikum... Wr.wb