Sunday, January 11, 2015

Part #6 Kedekatan yang Tak Terduga (skenario اَللّهُ itu indah)



Ting..tong..tang..teng... Ting..tong..tang..teng... Ting...............
"Astagfirullahaladzim..." Celingak celinguk mencari sumber suara yang memekakkan gendang telinga itu. Ternyata alarmku dan kulihat jam berapa sekarang.
"Hahh...???? Ohh.. Tidakkkk!!!!! Aku kesiangan..." Spontan aku berteriak setelah melihat jam di handphone tertera pukul 05.45.
Segera berhambur keluar kamar, tak mempedulikan lagi bentuk penampilanku, langsung berlari menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Akhir-akhir ini, aku sering kesiangan gara-gara begadang sampai pagi karena tugas-tugas kuliah, apalagi MPA buat proposal yang menguras otak, yang penelitiannya tak kunjung usai, karena tak ada kejelasan bahan dan informasi yang di dapat dari tempat yang diteliti itu.
Tak lupa kupanjatkan do'a di akhir sholatku, memohon ampun atas kelalaianku. Ku minta kepadaNya, kelancaran dan kemudahan atas kuliah dan kerja dakwahku. Kepala jadi pusing karena terburu-buru bangkit dari tidur, kupegang perut seperti ada yang berbuat sesuatu didalamnya sehingga mengeluarkan suara-suara gemuruh.
"Oh, lapar!!!" Baru ingat, semalam aku tidak makan, bahkan tidur baru jam 03.00 dini hari. Ku lihat disekelilingku, kertas-kertas berhamburan dimana-mana. Kulihat tanganku masih berbekas tinta hitam. Aku memegang kepalaku yang berat dan tertunduk dengan mukena masih terselubung ditubuhku.
Setelah merasa cukup bermuhasabah, aku beranjak dari tempat sholatku kemudian membuka jendela, seketika udara segar dapat langsung terhirup hingga terasa masuk ke rongga paru-paru. Di kamar yang seluas 2x3 itu, aku berbagi tempat dengan seorang teman seangkatan jurusan teknik kimia namanya piyul.
"Kemana dia, huffh pasti dia sedang mandi" bergeming sendiri, masih berdiri di depan jendela yang menghadap langsung ke rusunawa putri. Piyul seorang akhwat yang rajin belajar, setiap malam hanya melihat dia fokus di meja belajarnya, memang semester ini cukup menyita waktu, tugas seakan-akan menggunung di tambah kerja-kerja dakwah yang menunggu.
"Krekk..." Pintu dibuka dari luar.
"Piyul, kenapa kau tidak bangunkan aku, aku jadi kesiangan sholat nahh" dia yang baru datang langsung kusuguhi pertanyaan kesalku.
"Sudah, la berulang kali aku mencoba membangunkan kau, sudah kusenggol badan, kaki, tapi tetep kau dak begerak. Tiduk seperti orang mati saja. Jam berapo semalem tiduk tuh ??" Seloroh ia menjawab dengan kesal pula.
"Hehe,,, iyo sih, jam 3 tadi, kau kurang kuat nyenggol aku, sekali lagi kuat-kuat sampe bangun" garuk-garuk kepala yang tak gatal, sambil tersengeh malu. Memang, ketika badan sudah capek, aku tidak bisa merasa dan mendengarkan apapun, bahkan bisa tidur dengan posisi yang sama seperti awal tidur, tidak bergerak sama sekali seperti orang mati.
"Gorengan... nasi uduk... lontong...." Suara teriakan khas ibu penjual gorengan yang setiap pagi mengelilingi setiap kamar di asrama ini, setelah selesai berkeliling disini, ibu penjual gorengan akan lanjut berkeliling di rusunawa yang lima tingkat itu. Terkadang aku salut juga, setiap hari berjalan berkeliling dari lantai satu sampai lima bawa keranjang gorengan yang besar, berat kiri dan kanan.
"Nah,, itu gorengan. Pas nian perutku la keroncongan, kau nak gorengan dak yul?" Telinga ini langsung peka kalau mendengar ibu gorengan, raut wajah jadi bahagia karena suara gemuruh di perut ini  bisa segera di bungkam. Ku tawarkan pada piyul, bukan berarti aku akan mentraktirnya, kami tetap bayar sendiri-sendiri, kami sadar bila mengenai ini adalah urusan masing-masing kecuali salah satu dari kami meminta langsung, itu artinya kantong benar-benar limit, maklum mahasiswa bidik misi yang tergantung dari turunnya beasiswa.
Hampir setiap pagi, diri ini mengkonsumsi gorengan, jikalau tidak sarapan di asrama maka sarapan di kampus. Kalau di kampus sarapannya sekitar jam 11an, sudah hampir memasuki makan siang sehingga terkadang makan pagi merangkap makan siang. Inilah realita mahasiswa yang jauh dari keluarga, apalagi diri ini yang tidak terlalu memperhatikan gizi dan kesehatan, yang penting ini perut tidak bunyi lagi saja sudah cukup. Tapi tidak semuanya seperti aku, masih ada bahkan banyak mahasiswa yang memperhatikan dirinya dengan memasak sendiri di kost. Jangan tanya aku jika urusan masak dan memasak. Bukannya tidak bisa, tapi malas dan kelemahanku selalu lupa bahan apa saja untuk meracik suatu masakan, kalau dirumah ada ibu yang selalu mengingatkan dan sebagai tempat bertanya. Aku mau masak kalau ada ibu yang mendampingiku, bahkan itu sudah jadi rutinitas tiap pagi dan siang kalau sudah di rumah. Tapi jika di asrama, semua alat dan bahan tidak memadai, apalagi di kamar sudah penuh dengan barang-barang meja, kursi, kasur dan sudah  syukur cukup untuk diisi orang dua.
Terkadang teman-teman mengejekku karena tidak mau masak apalagi ikhwan yang selalu menyindir jika ada agenda, maunya akhwat yang masak. Memang mudah kalau bicara, tidak tahu susahnya mencari alat dan bahan yang digunakan untuk masak. Soal ini juga sering dibahas oleh ibu di rumah, "kenapa tidak ingat-ingat kalau masak, kalau masak itu di hapalin apa saja bahannya", walaupun begitu tetap saja ibu menjawab apa-apa saja yang kutanya.
Tapi, berbeda hal bila memasak adalah suatu hobi, dalam keadaan apapun susah ataupun senang, pastilah orang tersebut akan tetap memasak apapun keadaannya, karena itu adalah kehobiannya. Masalahnya sekarang masak bukanlah hobiku, jika dirumah aku melakukannya karena suatu tuntutan dan kewajiban, bila di luar hal itu sangat aku hindari, aku lebih suka mengerjakan sesuatu yang bersifat administrasi atau yang mengatur dan merancang suatu kegiatan.
Beberapa hari setelah agenda ILT, hari-hariku disibukkan dengan tugas-tugas kuliah dan acara penguatan kader. Sudah ada rancangan juga tentang agenda besar syiar yaitu KKD. Sudah mulai dirancang sedini mungkin untuk meminimalisir kesalahan ataupun kekurangan di lapangan.
Setiap jumat siang, jadwalku mengisi mentoring adik maba, aku mengisi 13 mahasiswi sosiologi. Sebenarnya aku mengakui akan kekuranganku, aku belum bisa maksimal mengisi mentoring dan juga belum mahir dalam menyampaikan sesuatu yang bersifat keagamaan, yang harus punya dasar kuat karena apabila bicara tentang agama semuanya berkaitan dengan Al-Quran dan Hadist Rasul sedangkan aku masih jauh dalam memaknai apalagi hapal hadist. Aku mentrasfer ilmu yang kudapat selama aku belajar di waki kepada mereka, sesekali berupa pengalamanku sendiri yang bisa diambil hikmahnya. Atau hanya sekedar bermain games dan curhat tentang masalah kuliah atau pribadi masing-masing mente, agar bisa lebih akrab dan mengenal satu sama lain.
Di akhir bulan september ini jadwalku penelitian lagi, kami penelitian di Badan Persampahan dan Kebersihan Kota (BPKK) Pemda OI. Kelompok penelitianku berjumlah 9 orang yaitu Mona, Sari, Mala, Ninsih, Dika, Fendi, Danu, Jayak dan aku. Kami berasal dari satu konsentrasi yang sama yaitu Kebijakan Publik.
Di tengah teriknya mentari, kami sepakat untuk pergi penelitian, ini kunjungan yang ke sekian kalinya, aku serta teman wanita lainnya pergi naik angkutan umum menuju tempat penelitian sedangkan rekan yang laki-laki menggunakan motor mereka masing-masing. Ini pertama kalinya aku penelitian langsung ke sebuah lembaga negeri, suatu kesempatan untuk melihat secara real bagaimana pegawai negeri melakukan tugasnya, dengan kabar burung yang tersebar bahwa pegawai negeri tidak melakukan pelayanan sebaik pelayanan pegawai swasta.
Ketika sampai disana, terlihat di depan gedung sudah bertengger motor rekan kami tadi, itu artinya mereka semua sudah sampai lebih dulu. Kamipun langsung masuk kedalam dan memang benar mereka sudah duduk di ruang tamu bersama bapak sekretaris. Ia menceritakan kalau kami boleh mewawancarai kepala bidang yang ada disini. Setelah selesai dengan kepala bidang, kami diperbolehkan menemui beliau.
Tak ada yang istimewa disana, hanya pegawai yang hilir mudik kesana kemari entah apa yang mereka kerjakan. Pegawai yang hampir kebanyakan diisi oleh TKS (Tenaga Kerja Sukarela) yang masih muda-muda. Sedangkan kepala bidang diisi oleh bapak-bapak yang sudah berumur yang mungkin sebentar lagi pensiun. Rambut sudah memutih, bicara pun sudah agak mengawur. Mungkin karena orang yang dianggap tua di kantor, maka tak ada yang berani menegur beliau yang ketika itu merokok di dalam ruangan full AC, ketika dilihat di ruangan sebelahnya ternyata sama saja, sepertinya sudah menjadi kebiasaan. Padahal sudah ada pernyataan dilarang merokok di ruangan AC.
Berbincang dengan salah satu aparat negeri ini layaknya berbincang dengan tukang model di warung santai. Bahkan udara didalam ruangan itu menjadi sesak seperti mencekik leher karena asap rokok yang tersebar. Melihat semua realita itu, niatku ingin jadi pegawai negeri menjadi surut, setiap jam dilewati begitu saja, tak ada kerja yang serius dilakukan atau jadi tantangan, aku tak ingin waktuku habis seperti ini, ingin melakukan sesuatu yang spektakuler yang mengeluarkan keringat karena berpikir dan bergerak.
Dalam hatiku, mungkin kerja di kategori wilayah tingkat tinggi seperti di ibukota, mungkin saja tak ada lagi waktu untuk bersantai, seperti di Istana ataupun di kementerian, aku harus mencapai tingkat itu, tapi aku juga harus melewati fase di bawah seperti yang kulihat seperti sekarang ini.
Memang tak ada yang mudah untuk mencapai suatu kehidupan yang layak, penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, apalagi mengandalkan kemampuan sendiri dan bergantung pada yang Maha Kuasa. Penuh cobaan dan ujian yang membuat iman naik dan turun, ketika bisa melewati itu maka akan terasa manis dan semakin percaya diri dan apabila tak bisa melewatinya maka kita akan diuji dengan hal yang sama sampai kita bisa melewatinya.
Di penghujung bulan September ini, hubunganku dengan teman-teman satu kelompok penelitian semakin dekat, terutama dengan Mala dan Dika. Kami berkumpul di depan ruang baca Fisip, sambil duduk-duduk santai membahas bagaimana kelanjutan penelitian ini. Sesaat aku termenung melihat wajah Mala yang kini semakin adem dilihat, dia semakin menawan dimataku, mungkin karena dia sudah memakai hijab syari. Iya, syari. Seminggu sesudah ILT waktu itu, malam itu aku  dapat sms dari Mala.
"Lyn, besok jangan kaget ya, aku mau nunjukin sesuatu yang buat kau kaget nantinya" sms Mala yang membuatku deg-degan seperti mau dapat kejutan dari si do'I.
"Hah? Apaan? Jangan macam-macam ya. Kejutan apa sih? Besok kan bukan ulang tahunku hehe" kubalas dengan rasa penasaran, kupikir dengan seksama, sesuatu apa yang bisa buat aku kaget.
Hmm,, bila diingat-ingat Mala beberapa hari terakhir sudah tidak pakai jeans lagi, ia selalu pakai rok. Dan bajunya pun sudah agak mulai longgar. Kali ini apaan ya?? "Ahahhh!!!!! Aku tahu, pasti dia pakai hijab dua lapis dan lebar" yang terlintas dalam benakku. "Tapi tidak mungkin ahh, begitu cepatnya dia berubah pikiran, tapi siapa yang tahu sih, kan hidayah اَللّهُ ada di tanganNya" tepis ku, agar aku tak banyak menghayal kejutan apa yang ia siapkan besok.
Keesokkan harinya, sengaja aku datang lebih pagi biar tidak didahului Mala. Ku tunggu ia di depan Mushola tercinta. Sudah mau masuk kelas tapi batang hidungnya belum juga keliatan. Dari kejauhan, kulihat ada seorang wanita yang berjalan ke arahku, mataku tak jelas melihat wajahnya, tapi kutahu ia tersenyum malu ditutupi dengan kedua tangannya. Semakin dekat dan semakin jelas, ternyata...
"Hahhh.... Malaaaa... Seriuss ini dikau...!!! Ya اَللّهُ, Masya اَللّهُ... Cantiknyaaa, coba dari dulu kayak gini hehe" histeris, langsung berdiri dari semulanya aku duduk, kuhampiri dia dan seakan tak percaya, kusentuh dia untuk meyakinkanku bahwa ini bukan mimpi.
Dia putar tubuhnya layaknya princess sedang mencoba gaun baru.
"Gimana bagus dak?? Rapi dak?? Malu aku hehe" selorohnya meminta pendapatku apakah sesuai dengan tubuhnya itu.
"Bagus kok, pas, nah kalo gini kan enak lihatnya, jadi adem, keluar deh aura pesona anggunnyo" kata-kata pujian langsung keluar dari mulutku. Memang tak disangkal lagi, dia lebih manis dan cantik dibandingkan yang kemarin, aura gadisnya semakin terlihat. Itu dalam pandanganku, yang lain mungkin merasakan hal yang sama dengan apa yang kurasakan.
Puji syukur kupanjatkan kepada Sang Kuasa yang membolak-balikkan hati manusia sedemikian rupa. Mudah bagiNya untuk melakukan sesuatu yang di luar batas pikiran manusia. Dalam sekejap, Mala sudah menjadi wanita muslimah yang syari walau baru dari segi penampilan tapi insyaAllah yang lain akan segera mengiringi jejak langkah hijrahnya ini.
"Hehh,, Lyn ??? Melamun aje lu.. Apa pendapatmu tentang ini?"
Sontak aku dikagetkan dengan teguran si Dika.
"Hah? Iya.iya aku sih nurut aja, mana bagusnya Dik"
Mengeles sebisa mungkin, padahal aku tak mendengar apa yang mereka diskusikan karena melamun tentang Mala tadi.
Dika adalah ketua kelompok penelitian ini, kami semua percaya akan kemampuannya memimpin sehingga kami semua sepakat memilih dia sebagai ketua. Pandanganku kini beralih ke Dika, aku pun punya cerita tentang dirinya, yang membuat hubungan kami menjadi lebih dekat seperti ini.
Di awal semester empat lalu dimulainya kedekatan aku dan Dika, waktu itu pada malam hari, tiba-tiba ada yang sms.
"Assalamualaikum, Lyn, lagi sibuk apa? Aku mau nanya boleh?" Itu bentuk awal sms nya, tapi tidak ada nama kontaknya, mungkin aku lupa simpan nomornya.
"Waalaikumusalam, ini siapa ya?"
"Ini Dika, Lyn. Boleh  Tanya nggak?"
"Oh, Dika. Boleh. Mau tanya apa?"
Kaget ketika yang sms adalah Dika, itu anak orangnya pendiam di kelas sama hal nya dengan aku, kami pun belum pernah bicara atau ngobrol layaknya teman lainnya. "Tumben, ini anak sms. Mau Tanya apa ya dia" gemingku dalam hati. Balasan pesannya pun agak lama, sehingga semakin penasaran apa yang ingin dia tanyakan.
Drett.drett.drett..
Getar handphoneku yang terdengar keras karena tak jauh dari telinga ini, karena posisinya aku lagi tidur-tiduran di lantai sambil berbincang-bincang dengan piyul. Kubuka pesannya, sontak langsung duduk dan tertawa setelahnya.
"Iya Lyn, aku mau tanya, bagaimana kau bisa dapat ipk besar? Gimana cara kau belajar Lyn? Selama ini aku perhatikan kau di kelas, kau biasa-biasa saja, aku tak menemukan sesuatu yang waw dalam dirimu haha.. kok bisa sih, ajari aku woo.. "
Bagaimana aku tidak kaget dan tertawa. Bagai disambar petir, ada yang berani jujur seperti itu kepadaku. Dia yang jarang bicara denganku tiba-tiba dengan beraninya bilang seperti itu.
"Hahaaaa..."
Sampai sakit perut aku tertawa berputar-putar di lantai seperti gasing. Sampai piyul melihatku dengn pandangan aneh dan kesal, karena suaraku pasti mengganggu konsentrasi belajarnya. Setelah cukup lama, puas dengan tertawa. Berpikir sejenak dan menghayati sms darinya.
"Oh,, ternyata selama ini dia memperhatikan aku. Astaga, jadi malu aku. Tidak ku sangka, aku yang seperti ini saja ada yang memperhatikan, padahal sudah sebisa mungkin tidak ingin menonjol dan mencoba menutupi ipk ku itu. Berarti dia kepo dong, haduhh.”
“Dia  tidak bisa lihat senjata rahasiaku, kalau dia hanya berpacu pada ke-aktifan di kelas, seperti sering bertanya ke dosen. Aku jarang bertanya, kecuali ada hal yang tidak bisa dicari di mbah google, baru aku bertanya pada dosen bersangkutan. Padahal penilaian itu bukan semata-mata karena sering bertanya, tapi bagaimana kita bisa berhasil pada tugas, kuis, mid dan yang paling penting adalah uas" berbicara pada diri sendiri sambil memikirkan jawaban apa yang akan kubalas pada pesan teks ini.
"Hahaa,, kau ini Dik. Kukira apaan yang ingin kau tanyakan.. Ipk besak bukan semata-mata di dapat oleh aktif di kelas. Satu kunci yg pasti adalah aku mencoba untuk jujur pada diriku sendiri, apabila ada tugas atau uas, aku akan mengerjakannya sendiri dan pastinya sudah belajar seoptimal mungkin dari jauh-jauh hari. Disertai dengan do'a agar dimudahkan dan mencoba untuk tetap konsisten dengan sholat tepat waktu plus solat malam Dik. Tapi, syukur kalau kau tidak menemukan sesuatu rahasia itu dalam diriku, karena itu tidak bisa dilihat dari luar, itu kekuatan dari dalam. Kau jangan tanya sama aku seorang, kau juga harus tanya sama yg lain, di kelas kito banyak yang ipk nyo besak, bukan aku be kok."
Sebisa mungkin aku balas dengan menyertakan kuasa tuhan di dalamnya, sebenarnya agak sedikit tausiyah bahwa yang kudapat bukanlah semata-mata karena diriku sendiri tapi karena اَللّهُ. Aku berharap semoga dia mengerti akan maksud rahasia dari kata-kataku itu.
Dreett.drett.drett
Secepat mungkin aku buka layar handphone, tidak sabar apa tanggapannya dari jawabanku tadi.
"Oh,, gitu... Iya padahal aku juga sudah belajar semaksimal mungkin, tapi masih jauh dari kau. Aiihh pokoknya nanti aku akan kalahkan kau, aku akan belajar dan usaha lebih giat lagi haha, apolah rahasia itu Lyn"
Mulutku terngangah begitu saja, dia belum maksud akan jawaban kunci tadi bahwa sholat, kejujuran dan percaya diri adalah kuncinya. Tapi, aku sedikit lega karena bisa menjadi penyemangat orang lain untuk lebih giat lagi dalam belajar. Bahkan dia dengan beraninya menantangku bahwa dia bisa mengalahkanku. Ku anggap itu sebuah bentuk awal persahabatan kami. Malam itu kami sharing satu sama lain dan saling menguatkan untuk hasil semester depan.            
Sejak itulah, kami jadi sering berkomunikasi baik lewat media sosial maupun bertemu secara langsung di kampus. Seperti sebuah takdir yang sudah digariskan, sejak saat itu, kami sering satu kelompok tugas bersama, sering mengobrol tentang tugas-tugas kuliah bahkan sering membantu jika salah satu diantara kami yang tidak bisa atau tidak mengerti penjelasan dari dosen.
Memang اَللّهُ yang menjadi sutradaranya dan kami hanya sebagai aktornya saja. Ketika dulu kami tidak mengenal satu sama lain, tidak mencari satu sama lain, sampai-sampai baru sekarang aku tahu dan sadar bahwa ternyata Dika teman satu PA ku dengan bu lili. Ya اَللّهُ, kemana saja aku selama ini, baru semester enam aku menyadari itu, karena aku merasa tak pernah melihat dia selama bimbingan dengan bu lili, akupun tidak mencari-cari tahu siapa saja teman se-PA, yang aku tahu hanya Fendi dan Danu, mereka satu genk dengan Dika. Aku lebih dulu akrab dengan Fendi dibanding dengan yang lainnya dalam satu genk itu. Ternyata jarak kami begitu dekat tapi kami tidak mengetahui bahkan kemarin-kemarin tidak saling mengenal sampai-sampai se-PA pun tak tahu.
Kini aku menikmati bagaimana takdir اَللّهُ mempertemukan kami, sekarang kami menjadi sahabat yang bisa menjadi tempat bernaung berbagi kisah duka dan suka. Saling membantu, bahu membahu selagi bisa. اَللّهُ maha besar pemilik arasy yang mengetahui akhir dari skenario ini.

Canda tawa menutup kegiatan ILT pada hari ini, seakan terlepas dari semua beban. 

No comments:

Post a Comment