Seminggu sebelum perkulian diaktifan, kami
disibukkan dengan agenda besar setiap tahunnya. Bukan hanya Fisip tapi ini
agenda tahunan Unsri yaitu PK2 atau yang dikenal dengan sebutan Opdik Mahasiswa
Baru. Dimana yang menjadi panitia dalam acara ini adalah angkatan 2012, memang
sudah menjadi tradisi bahwa yang meng-opdik mahasiswa baru ialah kakak tingkat
dua tahun diatasnya. Mungkin ini tradisi hanya di Fisip, karena ada fakultas
lain yang punya aturan berbeda contohnya di fakultas Teknik, yang meng-opdik
angkatan baru ialah angkatan satu tahun diatasnya. Tak menjadi masalah siapa
yang meng-opdik tapi ini adalah angkatanku yang bekerja, yang membuat diri ini harus
bergerak cepat dan sigap menanggapi isu yang beredar serta memasang telinga
setiap saat untuk mendapatkan informasi dari dekanat maupun rektorat guna
memperlancar agenda Opdik 2014.
Di hari pertama PK2 masih sama dengan tahun-tahun
sebelumnya yaitu pembukaan PK2 secara serentak di auditorium. Dalam sehari
memperkenalkan kampus Unsri secara keseluruhan serta meresmikan agenda PK2 yang
dilakukan oleh bu Rektor sendiri.
Pagi hari bahkan sangat pagi, aku dan teman-teman
lainnya yang berada di Asrama yang juga sebagai panitia PK2 untuk fakultasnya
masing-masing. Sudah bersiap berangkat ke Auditorium. Untuk mempersingkat waktu
kami beramai-ramai menggunakan jasa angkutan umum bewarna kuning yang sudah
standby di depan rusunawa, walau angka jarum jam di kamarku menunjukan pukul
06.00 tapi ini sudah termasuk terlambat, karena biasanya di hari pertama ini
mahasiswa baru datang sangat pagi sekali. Mungkin karena ini acara pertamanya
sebagai mahasiswa, sehingga semangat untuk datang-pun tak dapat dipungkiri membludak.
Dari kejauhan-pun sudah terlihat segerombolan yang
mengumpul di depan Audit dengan jas yang sama bewarna kuning khas Unsri.
Setibanya disana, langsung saja tanpa aba-aba komando lagi, aku mengangkat
papan nama yang kubawa bertuliskan FISIP yang kubuat semalaman suntuk sebagai
alat untuk memandu Maba Fisip agar berkumpul di tempat yang telah ditentukan.
“Fisip… Fisip… Fisip…!!!” teriaku melengking di
tengah keramaian itu.
Tak lama dari itu, ada seseorang memegang lenganku
dan berkata,
“kak..kak.. Fisip ya,, kumpul dimana kak?”
“O,iya mari ikut kakak!”
Terlihat dari gaya bicara dan style pakaiannya yang
putih hitam, jelas sekali bahwa Ia adalah mahasiswa baru. Sebenarnya akupun tak
tahu dimana kumpulnya Fisip ini, karena dari tadi berkeliling ternyata belum
ada satupun panitia yang datang, ada sih tapi itu temanku satu organisasi namanya
Dina. Aku dan Dina lalu berpencar untuk mencari massa Fisip. Agak sedikit
kecewa bahkan untuk agenda sebesar ini pun teman-teman susah sekali untuk
datang tepat waktu, dan ada rasa senang juga ternyata yang datang duluan adalah
orang-orang yang berkecimpung dalam satu organisasi yang aku ikuti di Fisip
yaitu Waki.
Sekilas menjelaskan.
Waki, singkatan dari Wahana Kerohanian Islam. Salah
satu badan otonom di Fisip yang bergerak untuk menyebarkan dakwah di Fisip.
Orang-orang yang berkecimpung didalamnya dikenal dengan sebutan anak-anak rohis
atau anak-anak mushola atau lebih kerennya dengan sebutan ADK (Aktivis Dakwah
Kampus). Sudah hampir dua tahun aku
berada didalam lingkarannya. Susah duka, suka cita sudah pernah aku rasakan
bersama keluarga waki, bahkan di semester ini puncaknya ikatan ukhuwah itu.
Kembali ke PK2, karena tak tahu dimana tempat
berkumpulnya Maba Fisip dan sepertinya belum ada yang berkumpul dan mengarahkan.
Bagaimana tidak panitia yang datang saja baru dua orang, aku dan Dina. Kemudian
mengambil keputusan sendiri, dengan cepat aku bergerak mengambil posisi di
lapangan yang tak jauh dari sebelah kiri auditorium dari jarak beberapa meter
kiri ke kanan sudah aku batasi. Dengan layaknya seorang kakak senior dengan
tegas aku berkata agak sedikit berteriak agar Maba yang lain bisa mendengar.
“Dari sini sampai situ adalah tempat mahasiswa
Fisip, ayo yang Fisip segera membuat barisan, tiga baris cewek sebelahnya tiga
baris cowok.. cepattt” ku ayunkan tangan ini menunjukan batas mana mereka harus
berdiri.
Segera mereka berbaris berbondong-bondong. Terlihat
sang mentari telah bersinar terik, mengisyaratkan bahwa pagi telah beranjak.
Kulihat di sekeliling, semakin banyak manusia-manusia yang datang, barisan
mahasiswa fisip pun telah padat. Mereka agak merasa berdesakkan karena mereka
diapit oleh Maba Mipa dan Maba Fkip. Segera kuatur kembali barisan itu dan
mengharuskan aku untuk mengeluarkan suara kerasku.
“Tolong kalian yang bukan Fisip, agak bergeser
sedikit. Beri jarak antara Fisip dan Mipa. Ayo cepat..” dengan sigap lanjut
kesebelah sana. “yang ini juga antara Fisip dan Fkip agak diberi spase, yang
dibelakang maju kedepan membuat barisan baru biar tidak menjolor ke belakang”
kata demi kata aku lontarkan dengan agak keras pada mereka sambil berkeliling
mengitari mereka biar semuanya mendengar aba-aba dariku.
Tenggorokan
sudah terasa kering, mulut pun terasa sakit digerakkan. Berangsur-angsur
panitia yang lain pun datang, panitia ini semuanya berasal dari angkatan 2012,
tapi ada juga kakak tingkat diatas kami yang membawa nama Bem Fisip. Hampir
semuanya berasal dari satu angkatan, membawa nama angkatan, tapi pada nyatanya
tidak, kebanyakan dari mereka membawa nama organisasi mereka masing-masing sehingga
gerakpun menjadi terbatas karena mengandalkan kelompok masing-masing. Walau aku
bergerak dalam misi dakwah, membawa nama waki, tapi aku mencoba professional
dan berbaur dengan mereka semua. Belum saatnya Maba tahu apa yang kubawa,
biarlah mereka melihatku sebagai kakak senior seperti yang lainnya tanpa
membawa embel-embel di belakangnya.
Berdiri ditengah keramaian, kulihat teman-teman waki
lainnya pun datang, ada Salma, Fitri, Mona, Rini, Sari, Ria, Dani, Maya, Ary
dan juga Dina. Termenung dan menyadari bahwa mereka semua adalah akhwat.
“Kemana Ikhwan ???” dalam hatiku menggerutu, “kemana mereka di saat momentum
ini ada di depan mata?. Kemana mereka disaat dakwah ini membutuhkannya?
Kemanaaaaa?” Nafasku terasa sesak dan pendek, mata pun sudah berkaca-kaca.
Ada putra dan juga ali, aku tahu mereka adalah
anggota waki, tapi pada saat itu, ke-adk an mereka tak mau orang-orang lain
tahu. Entah karena malu menjadi aktifis dakwah, atau tak mau dikucilkan dan
ditinggalkan sebagai teman dari pihak-pihak kiri lainnya atau sengaja
disembunyikan agar bisa menyusup. Memang berat menjadi aktifis, apalagi aktifis
dakwah, harus siap mental karena tidak semua orang bisa menerima dengan tangan
terbuka untuk dakwah yang dibawa ditambah jaman yang semakin global.
------
Flashback saat PMB.
Memang rasa kecewa dan sedih itu sudah dipendam saat
penerimaan mahasiswa baru, saat itu registrasi ulang Maba, dimana setiap
fakultas mendirikan posko masing-masing untuk memperkenalkan
organisasi-organisasi yang berada di fakultasnya. Untuk regis ulang Snmptn
berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Kemudian dikelang beberapa minggu
baru sbmptn dan tepat pada pertengahan bulan ramadhan lalu setelah hari raya
regist ulang untuk mahasiswa penerima bidik misi. Untuk Snmptn semuanya masih
lengkap ikhwan dan akhwat masih bekerja sama dengan baik, walau jam karet susah
untuk dilepaskan, karena para akhwat lah yang datang pagi yang menyiapkan
segala tetek bengek perlengkapan dari mulai tikar sampai ke meja registrasi.
Kami membawa nama Waki untuk diperkenalkan kepada Maba yang mampir ke posko.
Tahun ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya, organisasi-organisasi lain
seperti himara, himasos, limas dan sebagainya tidak terlihat begitu
bersemangat, hampir dari mereka semua datang sangat siang bahkan ada yang tidak
membuka sama sekali. Hanya himara yang sepertinya masih menunjukkan
kesediaannya. Kali ini entah kenapa kami Fisip mendapatkan tenda, yang
semulanya beredar isu bahwa Fisip tidak akan dapat tenda selama PMB.
Dan ternyata ada miss komunikasi antara internal Bem
KM Unsri sehingga pada PMB Sbmptn, Fisip tidak mendapatkan tenda. Kali ini
sudah memasuki masa liburan semester sehingga banyak kader yang mudik ke
kampung halaman masing-masing. Terlihat tak seramai dengan snmptn kemarin, mana
pula di hari puasa, banyak yang malas untuk keluar rumah apalagi untuk mengurus
PMB yang membutuhkan tenaga ekstra untuk melayani para Maba.
Disini aku merasa sangat kagum pada para akhwat
waki, mereka semua bersedia hadir untuk memberikan pelayanan sebagai salah satu
misi dakwah yang dibawa. Memang Salma, Fitri, Rini, Sari, Ria, Dani, Ary, Dina
dan juga aku adalah kader akhwat waki yang rumahnya masih disekitar
Palembang-indralaya, sehingga masih dibatas kemampuan kami untuk bersedia
datang ke kampus kecuali si Mona dan Maya yang sudah mudik ke kampungnya yang
cukup jauh.
Kami diuji dengan tak adanya tenda untuk Fisip
sehingga meluntang lanting kesana kemari mencari tempat untuk dijadikan posko.
Dibawah pohon tepat disebelah pintu gerbang sebelah kiri Audit kami jadikan
sebagai tempat posko Fisip lebih tepatnya hanya untuk Waki saja. Karena memang
panitia Opdik lainnya tak menunjukkan batang hidungnya dan ternyata setelah
diselidiki mereka para cowok-cowok Fisip kepala-kepala pecong Opdik 2014 sedang
bernegosiasi dengan pihak Bem KM Unsri agar dapat menyediakan tenda untuk
Fisip. Sengaja tak kupedulikan, “Dasar *tuttt, sampai di sogok pun pihak Bem
Unsri tak akan mau membagi tendanya, dasar tak tahu malu kesalahan pada diri
sendiri, eh masih berani minta pula” lirihku dalam hati.
Kesedihan tanpa si ikhwan yang tak berada disamping
kami itu pun menambah luka tersendiri tapi sedikit terobati karena adik tingkat
yang masih standby dari awal PMB sampai saat ini satu ikhwan dan satu akhwat
yaitu dik Nawir dan dik Mara. Mereka masih menyempatkan waktu mereka untuk
menemani kami melakukan misi dakwah ini.
Mereka melakukan tugasnya masing-masing, ada yang
mencari Maba dan menunjukan arah birokrasi dalam registrasi, ada juga yang
menunggu posko, melayani Maba yang datang dan memberikan database yang telah
disediakan. Semuanya bergerak seirama tanpa harus di perintah, mereka
mengetahui tugas dan kewajiban yang harus ditunaikan. Tak ada yang mengeluh,
sesaat masalah ikhwan menghilang dalam pikiran. Sepertinya Allah pun memberikan
karunia yang tak bisa kami tebak sebelumnya, kami mendapatkan tenda yang
awalnya adalah tenda Nadwah tapi karena Nadwah tak membuka posko akhirnya tenda
pun kosong dan menganggur. Kami ditawari oleh mbak-mbak Nadwah untuk pindah ke
tenda itu dari pada duduk-duduk di bawah pohon yang tak jelas katanya.
Kami pun menerimanya dengan senang hati, kami
berberes dan segera pindah ke tenda Nadwah yang tepat berada di depan pohon
yang kami naungi tadi. Hari pun semakin panas, ini benar-benar musim panas yang
sangat terasa panasnya. Sengat sinarnya sangat menusuk kulit, tapi beruntungnya
kami yang sudah terbalut pakaian muslimah yang menutupi sekujur tubuh hanya
muka dan telapak tangan yang tak tertutupi dan itu menjadi bagian yang
sensitive karena langsung tersengat sinar mentari. Seakan tak cukup hanya diuji
dengan tak mendapat tenda, masalah pun datang menerpa.
Kami yang dibawah tenda disibukkan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Maba mengenai syarat-syarat apa saja
yang harus dibawa pada saat PK2 nanti, hawa panas pun berhembus dari luar dan
masuk ke dalam tenda, tiba-tiba saja Iyan berteriak dengan nada membentak dan
marah.
“Ngapain kalian disini, dimana otak kalian ini bukan
tenda Fisip, dimana rasa persaudaraan kalian, ayo semuanya pindah ke tengah
lapangan, disitu posko Fisip” sambil jari tangannya itu menunjuk dan mata nya
melotot seolah Ia benar dan berkuasa. Ku jawab dengan berteriak pula.
“Kasian adiknya, ini siang bolong, mano dk ado tenda
di tengah itu. Disini be, disini jugo sudah dapat izin dari Nadwah, kalau kamu
dak galak iyo sudah waki be disini” sambil melotot pula aku teriak tak mau
kalah, emang dia kayak gitu nggak ada yang berani jawab apa, batinnku menggebu.
Semakin merah padam wajahnya, dan membalas tak mau kalah.
“Oy, kamu ini dak setia kawan, malu oy ini bukan
punyo kito” semakin mendekat seolah-olah kemarahan tak dapat dihindari lagi, Ia
langsung ditahan oleh yang lainnya yang berdiri di depan tenda, tak sadar
ternyata semua melihat kejadian itu dan sangat disayangkan kejadian memalukan
itu pun dilihat oleh Maba, mareka semua merasa ketakutan dan mulai perlahan
mereka beranjak dari tempat duduk dan berdiri melangkah menuju arahan Iyan
tadi. Temanku akhwat lainnya, mengingatiku sudahlah Lyn, biarkan saja mereka.
Serasa ada uap panas yang keluar dari kepala ku, kedua tanganku menggempal.
Fitri menenangkanku.
“Sabar Lyn, sudah kita ikuti saja tidak enak dilihat
yang lain”
Sembari fitri menenangkanku ada kakak tingkat yang
juga Fisip berkata kepadaku.
“Iyo dek, dak lemak kalian kan memang dak dapat
tenda”
“Iyo kk, dan itu memang salah Fisip, ngapo mereka
nak marah-marah samo Bem dan ini waki jugo badan otonom tidak terikat aturan
yang ado di fakultas jadi berhak untuk nerimo bantuan dari sapo be”
“Iyo dek, tapi waki juga berada dalam Fisip dan
sesuai aturan hukuman dari bem semua organisasi dan badan yang ado di Fisip
jugo keno sanksi itu”
Kakak itu mencoba menjelaskan dengan perlahan dan
aku lupa siapa nama kakak itu padahal sering ketemu di kampus, “sok baik pulo
wong ini!!!” lirihku membatin. Terlihat semuanya sudah beralih ke tengah
lapangan yang benar-benar panas karena mentari tepat berada di atas kepala
apalagi di musim panas ini. Aku masih berdiam di dalam tenda tak beranjak
sedikitpun dan ditemani dik Mara. Lalu dik Mara mengajakku berjalan ke Audit
saja, dan aku mengikutinya karena aku tak mau ke tengah lapangan itu, silahkan
kalian saja berpanas-panas.
Bukan tak mau berpanas-panas dengan akhwat lainnya,
tapi yang membuatku kesal adalah Iyan itu, sok hebat sekali beraninya hanya
bicara didepan orang banyak. Apa dia tak tahu tata karma, kenapa tidak bilang
secara baik-baik dulu dengan kami yang berada di bawah tenda itu. Bicara empat
mata dulu dengan aku atau dengan siapalah anggota waki lainnya. Tak enak sekali
dilihat adik-adik baru yang tak tahu apa-apa itu. Kalau ngobrol berdua saja,
tak berani dia teriak-teriak seperti itu, benar-benar banci, aku menggeram
seakan tangan menggempal ini akan kelemparkan ke hidung nya Iyan itu biar
kempot. “Kalau saja ada ikhwan, tak berani dia teriak seperti tadi, karena kita
semuanya akhwat yang berada di tenda itu, jadinya Dia semena-mena” gumamku
berkata sendiri dan mungkin dik Mara mendengarnya, aku tak peduli Ia mendengar
atau tidak. Ingin kulampiaskan kemarahanku pada Ikhwan yang tak menunjukan
batang hidungnya sedikitpun, bahkan ada putra disitu Ia pun tak membela kami
karena ke-adk an nya yang tersembunyi tadi atau justru takut menghadapi mereka.
Ingin kuhubungi partnerku saat itu adalah Muhammad,
tapi malas aku menghubunginya rasanya percuma. Ia mudik dan tak bisa memberi
solusi yang konkret pastilah aku diceramahinya saja. Menghubungi ketua yang
saat itu adalah Hairun, tapi Ia sedang sakit, walau sakit setidaknya aku
memberinya kabar, tapi tidak jadi karena tingkat kekecewaan yang over semua
dimataku jadi sama saja. Ada dua lagi yaitu Hardi dan Husnu, bahkan mereka
berdua yang paling parah, tak ada kabar sama sekali padahal dalam pembagian
tugas mereka yang akan menkodisikan Pmb dan Opdik, tapi semuanya busyittt hanya
janji-janji palsu yang keluar dari mulut mereka yang tak berdosa itu.
Duduk dihamparan pinggir Audit bersama dik Mara,
mendinginkan kepalaku yang terasa panas saking panasnya jadi terasa sakit.
Udara panas siang hari semakin terasa, orang-orang yang hilir mudik tak jarang
terlihat dengan berpeluh penuh di wajahnya. Beristigfar sebanyak-banyaknya
dengan memejamkan kedua mataku yang juga terasa panas. Setelah agak mendingan,
aku mengajak dik Mara untuk berkeliling mencari Maba yang berada di dalam Audit
untuk diarahkan ke posko. Setelah dapat, kami menghantarnya sampai tenda Nadwah
tadi, dan menunjuk ke arah tengah lapangan sembari memberi tahu bahwa itu posko
Fisip. Sengaja tak ku hantar sampai ke tempat, karena kedongkolanku belum
sepenuhnya hilang dari pada membuat bentrok, mending tak usah muncul didepan mereka dulu.
Hampir memasuki waktu ashar, kulirik ke tengah lapangan
itu, aku tak tega melihat akhwat lainnya yang masih stay disana, mentari pun
masih setia menyinari mereka. Kukuatkan diriku untuk kesana, ternyata mereka
sudah hampir selesai dan yang mengagetkan orang-orang yang sok hebat yang
berteriak ke wajah kami tadi, malah duduk-duduk berteduh di tenda orang.
Benar-benar membuatku kalap. “ayo sudahi saja disini, mari kita pulang” kataku
dengan rekan akhwat yang masih sibuk membereskan berkas-berkas. Sebelum ashar
kami semua sudah bubar dari tempat itu, tak lagi mempedulikan panitia opdik
lainnya, biarkanlah mereka yang membereskan meja-meja yang tergeletak di tengah
lapangan ini.
Keesokannya, kami tetap di tengah lapangan itu, tapi
sudah ada tenda disana bukan dari Bem tentunya tapi dari Bem Fisip sendiri.
Selama beberapa hari disana, kami jadi tontonan fakultas lainnya, entah apa
yang ada di pikiran mereka, tapi yang pasti dari diri sendiri merasakan malu
sekali menjadi tontonan seperti ini, karena kesalahan dari beberapa orang yang
tak bertanggung jawab, semuanya merasakan getahnya termasuk waki.
--------
Bayangan PMB yang memilukan itu terlintas begitu
saja, dan sekarang di hari pertama PK2 aku masih menunggu dengan penuh harapan
bahwa mereka akan hadir untuk memperjuangkan misi dakwah yang dibawa.
Para peserta PK2 sudah memasuki ruangan, jam baru
menunjukkan hampir pukul 09.00 tapi seolah sudah siang hari terangnya. Baru
saja aku berdoa, ternyata para Ikhwan berdatangan, walau masih terasa kurang
lengkap karena Hairun tidak ada, beliau masih sakit dan karena sakitnya itu Ia
harus dioperasi. Husnu juga tidak ada, padahal perannya disini juga penting,
kami pun tak tahu kabarnya sekarang, dan memang aku tak menghubunginya,
dihubungi pun belum tentu Ia mau membalasnya terkadang nomornya pun berada pada
pacarnya. Sangat miris sekali jika melihat aktivis dakwah masih ada yang
pacaran, memang tak ada yang bisa menghakimi seseorang karena berpacaran, itu
adalah hak masing-masing individu, tapi seharusnya tahu diri jika sudah
dipanggil Adk setidaknya sedikit tahu tentang batasan-batasan dalam bergaul
dengan lawan jenis.
Ya sudahlah, aku tak ingin membahasnya, ada
bahasan yang jauh lebih penting dari itu. Terkadang akhwat terlihat tegar dan
seolah tak membutuhkan bantuan dari si ikhwan, tapi ketahuilah sehebat apapun
akhwat itu, Ia masih membutuhkan sosok ikhwan yang mengayomi. Meskipun seolah
tak bisa diatur tapi butuh ikhwan yang bisa mengarahkan. Meski terlihat garang,
tapi percayalah akhwat membutuhkan partner ikhwan yang bisa memberikan nasihat
dan motivasi baginya. Karena akhwat tak ingin terlihat lemah dimata ikhwan,
seharusnya ikhwan bisa mengerti itu dan bisa mengambil sikap secara tegas tanpa
harus diberi aba-aba dari si akhwat. Bukan berarti setiap tindakan tak perlu
kompromi dengan akhwat, tapi akhwat akan merasa sangat dihargai jika setiap
tindakan meminta pendapat dari si akhwat.

No comments:
Post a Comment