Monday, January 5, 2015

Part #2 Kami Membutuhkamu Ikhwan, Dimana Kalian?


Seminggu sebelum perkulian diaktifan, kami disibukkan dengan agenda besar setiap tahunnya. Bukan hanya Fisip tapi ini agenda tahunan Unsri yaitu PK2 atau yang dikenal dengan sebutan Opdik Mahasiswa Baru. Dimana yang menjadi panitia dalam acara ini adalah angkatan 2012, memang sudah menjadi tradisi bahwa yang meng-opdik mahasiswa baru ialah kakak tingkat dua tahun diatasnya. Mungkin ini tradisi hanya di Fisip, karena ada fakultas lain yang punya aturan berbeda contohnya di fakultas Teknik, yang meng-opdik angkatan baru ialah angkatan satu tahun diatasnya. Tak menjadi masalah siapa yang meng-opdik tapi ini adalah angkatanku yang bekerja, yang membuat diri ini harus bergerak cepat dan sigap menanggapi isu yang beredar serta memasang telinga setiap saat untuk mendapatkan informasi dari dekanat maupun rektorat guna memperlancar agenda Opdik 2014.

Di hari pertama PK2 masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu pembukaan PK2 secara serentak di auditorium. Dalam sehari memperkenalkan kampus Unsri secara keseluruhan serta meresmikan agenda PK2 yang dilakukan oleh bu Rektor sendiri.

Pagi hari bahkan sangat pagi, aku dan teman-teman lainnya yang berada di Asrama yang juga sebagai panitia PK2 untuk fakultasnya masing-masing. Sudah bersiap berangkat ke Auditorium. Untuk mempersingkat waktu kami beramai-ramai menggunakan jasa angkutan umum bewarna kuning yang sudah standby di depan rusunawa, walau angka jarum jam di kamarku menunjukan pukul 06.00 tapi ini sudah termasuk terlambat, karena biasanya di hari pertama ini mahasiswa baru datang sangat pagi sekali. Mungkin karena ini acara pertamanya sebagai mahasiswa, sehingga semangat untuk datang-pun tak dapat dipungkiri membludak.

Dari kejauhan-pun sudah terlihat segerombolan yang mengumpul di depan Audit dengan jas yang sama bewarna kuning khas Unsri. Setibanya disana, langsung saja tanpa aba-aba komando lagi, aku mengangkat papan nama yang kubawa bertuliskan FISIP yang kubuat semalaman suntuk sebagai alat untuk memandu Maba Fisip agar berkumpul di tempat yang telah ditentukan.

“Fisip… Fisip… Fisip…!!!” teriaku melengking di tengah keramaian itu.

Tak lama dari itu, ada seseorang memegang lenganku dan berkata,

“kak..kak.. Fisip ya,, kumpul dimana kak?”

“O,iya mari ikut kakak!”

Terlihat dari gaya bicara dan style pakaiannya yang putih hitam, jelas sekali bahwa Ia adalah mahasiswa baru. Sebenarnya akupun tak tahu dimana kumpulnya Fisip ini, karena dari tadi berkeliling ternyata belum ada satupun panitia yang datang, ada sih tapi itu temanku satu organisasi namanya Dina. Aku dan Dina lalu berpencar untuk mencari massa Fisip. Agak sedikit kecewa bahkan untuk agenda sebesar ini pun teman-teman susah sekali untuk datang tepat waktu, dan ada rasa senang juga ternyata yang datang duluan adalah orang-orang yang berkecimpung dalam satu organisasi yang aku ikuti di Fisip yaitu Waki.

Sekilas menjelaskan.

Waki, singkatan dari Wahana Kerohanian Islam. Salah satu badan otonom di Fisip yang bergerak untuk menyebarkan dakwah di Fisip. Orang-orang yang berkecimpung didalamnya dikenal dengan sebutan anak-anak rohis atau anak-anak mushola atau lebih kerennya dengan sebutan ADK (Aktivis Dakwah Kampus).  Sudah hampir dua tahun aku berada didalam lingkarannya. Susah duka, suka cita sudah pernah aku rasakan bersama keluarga waki, bahkan di semester ini puncaknya ikatan ukhuwah itu.

Kembali ke PK2, karena tak tahu dimana tempat berkumpulnya Maba Fisip dan sepertinya belum ada yang berkumpul dan mengarahkan. Bagaimana tidak panitia yang datang saja baru dua orang, aku dan Dina. Kemudian mengambil keputusan sendiri, dengan cepat aku bergerak mengambil posisi di lapangan yang tak jauh dari sebelah kiri auditorium dari jarak beberapa meter kiri ke kanan sudah aku batasi. Dengan layaknya seorang kakak senior dengan tegas aku berkata agak sedikit berteriak agar Maba yang lain bisa mendengar.

“Dari sini sampai situ adalah tempat mahasiswa Fisip, ayo yang Fisip segera membuat barisan, tiga baris cewek sebelahnya tiga baris cowok.. cepattt” ku ayunkan tangan ini menunjukan batas mana mereka harus berdiri.

Segera mereka berbaris berbondong-bondong. Terlihat sang mentari telah bersinar terik, mengisyaratkan bahwa pagi telah beranjak. Kulihat di sekeliling, semakin banyak manusia-manusia yang datang, barisan mahasiswa fisip pun telah padat. Mereka agak merasa berdesakkan karena mereka diapit oleh Maba Mipa dan Maba Fkip. Segera kuatur kembali barisan itu dan mengharuskan aku untuk mengeluarkan suara kerasku.

“Tolong kalian yang bukan Fisip, agak bergeser sedikit. Beri jarak antara Fisip dan Mipa. Ayo cepat..” dengan sigap lanjut kesebelah sana. “yang ini juga antara Fisip dan Fkip agak diberi spase, yang dibelakang maju kedepan membuat barisan baru biar tidak menjolor ke belakang” kata demi kata aku lontarkan dengan agak keras pada mereka sambil berkeliling mengitari mereka biar semuanya mendengar aba-aba dariku.

 Tenggorokan sudah terasa kering, mulut pun terasa sakit digerakkan. Berangsur-angsur panitia yang lain pun datang, panitia ini semuanya berasal dari angkatan 2012, tapi ada juga kakak tingkat diatas kami yang membawa nama Bem Fisip. Hampir semuanya berasal dari satu angkatan, membawa nama angkatan, tapi pada nyatanya tidak, kebanyakan dari mereka membawa nama organisasi mereka masing-masing sehingga gerakpun menjadi terbatas karena mengandalkan kelompok masing-masing. Walau aku bergerak dalam misi dakwah, membawa nama waki, tapi aku mencoba professional dan berbaur dengan mereka semua. Belum saatnya Maba tahu apa yang kubawa, biarlah mereka melihatku sebagai kakak senior seperti yang lainnya tanpa membawa embel-embel di belakangnya.

Berdiri ditengah keramaian, kulihat teman-teman waki lainnya pun datang, ada Salma, Fitri, Mona, Rini, Sari, Ria, Dani, Maya, Ary dan juga Dina. Termenung dan menyadari bahwa mereka semua adalah akhwat. “Kemana Ikhwan ???” dalam hatiku menggerutu, “kemana mereka di saat momentum ini ada di depan mata?. Kemana mereka disaat dakwah ini membutuhkannya? Kemanaaaaa?” Nafasku terasa sesak dan pendek, mata pun sudah berkaca-kaca.
Ada putra dan juga ali, aku tahu mereka adalah anggota waki, tapi pada saat itu, ke-adk an mereka tak mau orang-orang lain tahu. Entah karena malu menjadi aktifis dakwah, atau tak mau dikucilkan dan ditinggalkan sebagai teman dari pihak-pihak kiri lainnya atau sengaja disembunyikan agar bisa menyusup. Memang berat menjadi aktifis, apalagi aktifis dakwah, harus siap mental karena tidak semua orang bisa menerima dengan tangan terbuka untuk dakwah yang dibawa ditambah jaman yang semakin global.

------

Flashback saat PMB.

Memang rasa kecewa dan sedih itu sudah dipendam saat penerimaan mahasiswa baru, saat itu registrasi ulang Maba, dimana setiap fakultas mendirikan posko masing-masing untuk memperkenalkan organisasi-organisasi yang berada di fakultasnya. Untuk regis ulang Snmptn berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Kemudian dikelang beberapa minggu baru sbmptn dan tepat pada pertengahan bulan ramadhan lalu setelah hari raya regist ulang untuk mahasiswa penerima bidik misi. Untuk Snmptn semuanya masih lengkap ikhwan dan akhwat masih bekerja sama dengan baik, walau jam karet susah untuk dilepaskan, karena para akhwat lah yang datang pagi yang menyiapkan segala tetek bengek perlengkapan dari mulai tikar sampai ke meja registrasi. Kami membawa nama Waki untuk diperkenalkan kepada Maba yang mampir ke posko. Tahun ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya, organisasi-organisasi lain seperti himara, himasos, limas dan sebagainya tidak terlihat begitu bersemangat, hampir dari mereka semua datang sangat siang bahkan ada yang tidak membuka sama sekali. Hanya himara yang sepertinya masih menunjukkan kesediaannya. Kali ini entah kenapa kami Fisip mendapatkan tenda, yang semulanya beredar isu bahwa Fisip tidak akan dapat tenda selama PMB.

Dan ternyata ada miss komunikasi antara internal Bem KM Unsri sehingga pada PMB Sbmptn, Fisip tidak mendapatkan tenda. Kali ini sudah memasuki masa liburan semester sehingga banyak kader yang mudik ke kampung halaman masing-masing. Terlihat tak seramai dengan snmptn kemarin, mana pula di hari puasa, banyak yang malas untuk keluar rumah apalagi untuk mengurus PMB yang membutuhkan tenaga ekstra untuk melayani para Maba.

Disini aku merasa sangat kagum pada para akhwat waki, mereka semua bersedia hadir untuk memberikan pelayanan sebagai salah satu misi dakwah yang dibawa. Memang Salma, Fitri, Rini, Sari, Ria, Dani, Ary, Dina dan juga aku adalah kader akhwat waki yang rumahnya masih disekitar Palembang-indralaya, sehingga masih dibatas kemampuan kami untuk bersedia datang ke kampus kecuali si Mona dan Maya yang sudah mudik ke kampungnya yang cukup jauh.

Kami diuji dengan tak adanya tenda untuk Fisip sehingga meluntang lanting kesana kemari mencari tempat untuk dijadikan posko. Dibawah pohon tepat disebelah pintu gerbang sebelah kiri Audit kami jadikan sebagai tempat posko Fisip lebih tepatnya hanya untuk Waki saja. Karena memang panitia Opdik lainnya tak menunjukkan batang hidungnya dan ternyata setelah diselidiki mereka para cowok-cowok Fisip kepala-kepala pecong Opdik 2014 sedang bernegosiasi dengan pihak Bem KM Unsri agar dapat menyediakan tenda untuk Fisip. Sengaja tak kupedulikan, “Dasar *tuttt, sampai di sogok pun pihak Bem Unsri tak akan mau membagi tendanya, dasar tak tahu malu kesalahan pada diri sendiri, eh masih berani minta pula” lirihku dalam hati.

Kesedihan tanpa si ikhwan yang tak berada disamping kami itu pun menambah luka tersendiri tapi sedikit terobati karena adik tingkat yang masih standby dari awal PMB sampai saat ini satu ikhwan dan satu akhwat yaitu dik Nawir dan dik Mara. Mereka masih menyempatkan waktu mereka untuk menemani kami melakukan misi dakwah ini.

Mereka melakukan tugasnya masing-masing, ada yang mencari Maba dan menunjukan arah birokrasi dalam registrasi, ada juga yang menunggu posko, melayani Maba yang datang dan memberikan database yang telah disediakan. Semuanya bergerak seirama tanpa harus di perintah, mereka mengetahui tugas dan kewajiban yang harus ditunaikan. Tak ada yang mengeluh, sesaat masalah ikhwan menghilang dalam pikiran. Sepertinya Allah pun memberikan karunia yang tak bisa kami tebak sebelumnya, kami mendapatkan tenda yang awalnya adalah tenda Nadwah tapi karena Nadwah tak membuka posko akhirnya tenda pun kosong dan menganggur. Kami ditawari oleh mbak-mbak Nadwah untuk pindah ke tenda itu dari pada duduk-duduk di bawah pohon yang tak jelas katanya.

Kami pun menerimanya dengan senang hati, kami berberes dan segera pindah ke tenda Nadwah yang tepat berada di depan pohon yang kami naungi tadi. Hari pun semakin panas, ini benar-benar musim panas yang sangat terasa panasnya. Sengat sinarnya sangat menusuk kulit, tapi beruntungnya kami yang sudah terbalut pakaian muslimah yang menutupi sekujur tubuh hanya muka dan telapak tangan yang tak tertutupi dan itu menjadi bagian yang sensitive karena langsung tersengat sinar mentari. Seakan tak cukup hanya diuji dengan tak mendapat tenda, masalah pun datang menerpa.

Kami yang dibawah tenda disibukkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Maba mengenai syarat-syarat apa saja yang harus dibawa pada saat PK2 nanti, hawa panas pun berhembus dari luar dan masuk ke dalam tenda, tiba-tiba saja Iyan berteriak dengan nada membentak dan marah.

“Ngapain kalian disini, dimana otak kalian ini bukan tenda Fisip, dimana rasa persaudaraan kalian, ayo semuanya pindah ke tengah lapangan, disitu posko Fisip” sambil jari tangannya itu menunjuk dan mata nya melotot seolah Ia benar dan berkuasa. Ku jawab dengan berteriak pula.

“Kasian adiknya, ini siang bolong, mano dk ado tenda di tengah itu. Disini be, disini jugo sudah dapat izin dari Nadwah, kalau kamu dak galak iyo sudah waki be disini” sambil melotot pula aku teriak tak mau kalah, emang dia kayak gitu nggak ada yang berani jawab apa, batinnku menggebu. Semakin merah padam wajahnya, dan membalas tak mau kalah.

“Oy, kamu ini dak setia kawan, malu oy ini bukan punyo kito” semakin mendekat seolah-olah kemarahan tak dapat dihindari lagi, Ia langsung ditahan oleh yang lainnya yang berdiri di depan tenda, tak sadar ternyata semua melihat kejadian itu dan sangat disayangkan kejadian memalukan itu pun dilihat oleh Maba, mareka semua merasa ketakutan dan mulai perlahan mereka beranjak dari tempat duduk dan berdiri melangkah menuju arahan Iyan tadi. Temanku akhwat lainnya, mengingatiku sudahlah Lyn, biarkan saja mereka. Serasa ada uap panas yang keluar dari kepala ku, kedua tanganku menggempal. Fitri menenangkanku.

“Sabar Lyn, sudah kita ikuti saja tidak enak dilihat yang lain”

Sembari fitri menenangkanku ada kakak tingkat yang juga Fisip berkata kepadaku.

“Iyo dek, dak lemak kalian kan memang dak dapat tenda”

“Iyo kk, dan itu memang salah Fisip, ngapo mereka nak marah-marah samo Bem dan ini waki jugo badan otonom tidak terikat aturan yang ado di fakultas jadi berhak untuk nerimo bantuan dari sapo be”

“Iyo dek, tapi waki juga berada dalam Fisip dan sesuai aturan hukuman dari bem semua organisasi dan badan yang ado di Fisip jugo keno sanksi itu”

Kakak itu mencoba menjelaskan dengan perlahan dan aku lupa siapa nama kakak itu padahal sering ketemu di kampus, “sok baik pulo wong ini!!!” lirihku membatin. Terlihat semuanya sudah beralih ke tengah lapangan yang benar-benar panas karena mentari tepat berada di atas kepala apalagi di musim panas ini. Aku masih berdiam di dalam tenda tak beranjak sedikitpun dan ditemani dik Mara. Lalu dik Mara mengajakku berjalan ke Audit saja, dan aku mengikutinya karena aku tak mau ke tengah lapangan itu, silahkan kalian saja berpanas-panas.

Bukan tak mau berpanas-panas dengan akhwat lainnya, tapi yang membuatku kesal adalah Iyan itu, sok hebat sekali beraninya hanya bicara didepan orang banyak. Apa dia tak tahu tata karma, kenapa tidak bilang secara baik-baik dulu dengan kami yang berada di bawah tenda itu. Bicara empat mata dulu dengan aku atau dengan siapalah anggota waki lainnya. Tak enak sekali dilihat adik-adik baru yang tak tahu apa-apa itu. Kalau ngobrol berdua saja, tak berani dia teriak-teriak seperti itu, benar-benar banci, aku menggeram seakan tangan menggempal ini akan kelemparkan ke hidung nya Iyan itu biar kempot. “Kalau saja ada ikhwan, tak berani dia teriak seperti tadi, karena kita semuanya akhwat yang berada di tenda itu, jadinya Dia semena-mena” gumamku berkata sendiri dan mungkin dik Mara mendengarnya, aku tak peduli Ia mendengar atau tidak. Ingin kulampiaskan kemarahanku pada Ikhwan yang tak menunjukan batang hidungnya sedikitpun, bahkan ada putra disitu Ia pun tak membela kami karena ke-adk an nya yang tersembunyi tadi atau justru takut menghadapi mereka.

Ingin kuhubungi partnerku saat itu adalah Muhammad, tapi malas aku menghubunginya rasanya percuma. Ia mudik dan tak bisa memberi solusi yang konkret pastilah aku diceramahinya saja. Menghubungi ketua yang saat itu adalah Hairun, tapi Ia sedang sakit, walau sakit setidaknya aku memberinya kabar, tapi tidak jadi karena tingkat kekecewaan yang over semua dimataku jadi sama saja. Ada dua lagi yaitu Hardi dan Husnu, bahkan mereka berdua yang paling parah, tak ada kabar sama sekali padahal dalam pembagian tugas mereka yang akan menkodisikan Pmb dan Opdik, tapi semuanya busyittt hanya janji-janji palsu yang keluar dari mulut mereka yang tak berdosa itu.

Duduk dihamparan pinggir Audit bersama dik Mara, mendinginkan kepalaku yang terasa panas saking panasnya jadi terasa sakit. Udara panas siang hari semakin terasa, orang-orang yang hilir mudik tak jarang terlihat dengan berpeluh penuh di wajahnya. Beristigfar sebanyak-banyaknya dengan memejamkan kedua mataku yang juga terasa panas. Setelah agak mendingan, aku mengajak dik Mara untuk berkeliling mencari Maba yang berada di dalam Audit untuk diarahkan ke posko. Setelah dapat, kami menghantarnya sampai tenda Nadwah tadi, dan menunjuk ke arah tengah lapangan sembari memberi tahu bahwa itu posko Fisip. Sengaja tak ku hantar sampai ke tempat, karena kedongkolanku belum sepenuhnya hilang dari pada membuat bentrok, mending tak usah  muncul didepan mereka dulu.

Hampir memasuki waktu ashar, kulirik ke tengah lapangan itu, aku tak tega melihat akhwat lainnya yang masih stay disana, mentari pun masih setia menyinari mereka. Kukuatkan diriku untuk kesana, ternyata mereka sudah hampir selesai dan yang mengagetkan orang-orang yang sok hebat yang berteriak ke wajah kami tadi, malah duduk-duduk berteduh di tenda orang. Benar-benar membuatku kalap. “ayo sudahi saja disini, mari kita pulang” kataku dengan rekan akhwat yang masih sibuk membereskan berkas-berkas. Sebelum ashar kami semua sudah bubar dari tempat itu, tak lagi mempedulikan panitia opdik lainnya, biarkanlah mereka yang membereskan meja-meja yang tergeletak di tengah lapangan ini.

Keesokannya, kami tetap di tengah lapangan itu, tapi sudah ada tenda disana bukan dari Bem tentunya tapi dari Bem Fisip sendiri. Selama beberapa hari disana, kami jadi tontonan fakultas lainnya, entah apa yang ada di pikiran mereka, tapi yang pasti dari diri sendiri merasakan malu sekali menjadi tontonan seperti ini, karena kesalahan dari beberapa orang yang tak bertanggung jawab, semuanya merasakan getahnya termasuk waki.

--------

Bayangan PMB yang memilukan itu terlintas begitu saja, dan sekarang di hari pertama PK2 aku masih menunggu dengan penuh harapan bahwa mereka akan hadir untuk memperjuangkan misi dakwah yang dibawa.

Para peserta PK2 sudah memasuki ruangan, jam baru menunjukkan hampir pukul 09.00 tapi seolah sudah siang hari terangnya. Baru saja aku berdoa, ternyata para Ikhwan berdatangan, walau masih terasa kurang lengkap karena Hairun tidak ada, beliau masih sakit dan karena sakitnya itu Ia harus dioperasi. Husnu juga tidak ada, padahal perannya disini juga penting, kami pun tak tahu kabarnya sekarang, dan memang aku tak menghubunginya, dihubungi pun belum tentu Ia mau membalasnya terkadang nomornya pun berada pada pacarnya. Sangat miris sekali jika melihat aktivis dakwah masih ada yang pacaran, memang tak ada yang bisa menghakimi seseorang karena berpacaran, itu adalah hak masing-masing individu, tapi seharusnya tahu diri jika sudah dipanggil Adk setidaknya sedikit tahu tentang batasan-batasan dalam bergaul dengan lawan jenis.

 Ya sudahlah, aku tak ingin membahasnya, ada bahasan yang jauh lebih penting dari itu. Terkadang akhwat terlihat tegar dan seolah tak membutuhkan bantuan dari si ikhwan, tapi ketahuilah sehebat apapun akhwat itu, Ia masih membutuhkan sosok ikhwan yang mengayomi. Meskipun seolah tak bisa diatur tapi butuh ikhwan yang bisa mengarahkan. Meski terlihat garang, tapi percayalah akhwat membutuhkan partner ikhwan yang bisa memberikan nasihat dan motivasi baginya. Karena akhwat tak ingin terlihat lemah dimata ikhwan, seharusnya ikhwan bisa mengerti itu dan bisa mengambil sikap secara tegas tanpa harus diberi aba-aba dari si akhwat. Bukan berarti setiap tindakan tak perlu kompromi dengan akhwat, tapi akhwat akan merasa sangat dihargai jika setiap tindakan meminta pendapat dari si akhwat.

No comments:

Post a Comment