Hari pertama PK2 berlalu dengan agak menegangkan,
dimana diakhir acara seperti biasa anak-anak Fisip mencari ulah, sudah datang
paling terlambat setelah makan siang dan kini membuat ricuh untuk segera cepat
dipulangkan. Baru lewat sedikit saja dari pukul empat sore, mereka mengamuk
layaknya singa yang dibangunkan, padahal Fisip yang paling telat datangnya.
Dengan alasan kesorean, takut macet dijalan yang pulangnya ke Palembang
bla.bla.bla. Alasan yang tidak rasional sebagai mahasiswa. Emang Fisip doang
yang mahasiswa nya ada yang pulang ke Palembang. Terkadang malu jika ada yang
bertanya, siapa itu yang membuat ricuh.
Hari selanjutnya, aku telat tapi masih dibatas
pemakluman. Tapi yang terjadi, mereka semua sudah kumpul berbaris di halaman
Fisip dan yang dari Palembang juga. Ternyata mereka datang tepat waktu berarti
sangat pagi sekali, kuakui kali ini panitia yang dari Palembang begitu cekatan
dalam efisiensi waktu. Tak ada yang special di hari ini, semuanya mengalir
begitu saja. Hanya beberapa yang bisa kami lakukan untuk dakwah ini, seperti
sholat tepat waktu, menghindarkan mahasiswa baru dari tangan-tangan jahil
senior lainnya, dan dengan bersikap manis pada mereka sudah menyumbangkan
sedikit kinerja untuk dakwah ke depan, walau efek dari usaha dan upaya tidak
secara langsung terasa. Tapi akan indah pada waktunya.
Di siang hari, aktivitas sudah agak mengendur tapi
begitu ramainya di mushola, terlihat semua para perempuan berbondong-bondong
untuk menunaikan kewajiban mereka sebagai umat muslim. Tapi banyak juga yang
sekedar duduk-duduk di halaman sedang menikmati makan siang sambil bersenda
gurau dengan teman sebaya maupun kakak seniornya. Tempat sholat laki-laki
dipisah dengan perempuan, laki-laki disediakan tempat sholat di ruang Ilkom
yang baru dan jika mereka mau bisa langsung sholat di masjid Al-Ghazali saja.
Sedangkan yang perempuan tetap di Mushola Al-Islah Fisip dengan tirai hijab
dibuka sehingga area ikhwan bisa digunakan agar dapat menampung banyaknya
perempuan yang setiap tahun semakin banyak dari pada laki-laki.
Music berdendang lagi, ada pula yang bernyanyi dan
menyanyikan lagu dangdut yang lagi trend sekarang ini. Pikirku, “apakah mereka
tak tahu bahwa ini waktunya sholat, naudzubillahminzalik”. Sebisa mungkin aku
berupaya untuk menghentikan mereka, melalui ikhwan. Aku minta tolong kepada
mereka untuk bisa bernegosiasi dengan pihak orgen itu, untuk mengehentikan
sejenak aktivitas panggungnya. Tapi sepertinya tidak berhasil, tak ada yang
berani untuk bersikap tegas dan sedikit keras pada mereka padahal ini hal yang
bersifat sangat penting, yaitu keheningan dalam sholat. Aku berdoa “semoga
penerus dakwah setelah angkatanku ini akan muncul sosok-sosok pemberani yang
mampu memperjuangkan dan memperlihatkan identitas mereka sebagai seorang muslim
sejati, dan sosok demonstran yang mampu mempertahankan kejayaan Islam”, ku
aamiin kan dalam hati.
Walau aku tak menjadi Kp (kakak pembimbing) dikarenakan
aku sebagai panitia sie acara yang tak boleh merangkap menjadi Kp, aku patuhi
aturan itu dan memang tak berminat jadi Kp. Sedang tubuh ini tak sekuat yang
terlihat, butuh istirahat yang cukup apalagi tubuh bagian bawah yaitu kaki.
Apalagi tugas Kp adalah melayani, mengikuti dimana gerak Maba dan menjaga
keamanan setiap kelompoknya. Bersyukur aku terlepas dari beban itu. Sehingga
aku bisa bergerak bebas kesana kemari layaknya burung camar memantau secara
keseluruhan kegiatan itu. Setiap ada
kesempatan, aku luangkan waktu untuk berkeliling di sekitar area tenda agar
bisa melihat lebih dekat aktivitas yang terjadi disana sekaligus mengeksiskan
diri -_-..
Melangkahkan kaki, dari mushola tercinta hingga ke
tenda yang berada dilapangan parkir belakang. Seakan-akan berjalan di karpet
merah, dan dikerumuni para fans nya. Bagaimana tidak, seolah-olah aku adalah
bidadari yang turun dari langit hingga semua orang tak bisa mengedipkan matanya
walau sedetik, melihatku dari awal langkah kaki sampai pada hujung jalan. Atau
lebih tepatnya seperti buronan baru lepas yang akan menyebarkan virus
mematikan, sehingga perlu diawasi dengan tatapan seolah mata itu akan keluar
dari tempatnya. Mata-mata yang melotot itu selalu membayangiku disetiap gerak
langkahku, aku kesini maka akan segera diikuti, aku kesana ada pula yang
menjaga dengan tatapan tak kalah seramnya. Bukannya aku takut dengan apa yang
mereka lakukan, justru aku menjadi malu dan sedikit bangga ternyata diri ini
menjadi sesuatu yang harus mereka singkirkan bahkan bisa jadi untuk
dilenyapkan. Tak ada kekuatan apapun dalam diri ini, tapi seakan-akan mereka
takut jika aku bergerak maka dimana tempat aku berdiri akan bisa kukuasai bisa
dibilang bisa kukondisikan dengan baik. Sehingga harus dipantau 24 jam agar aku
tak bisa menjalankan misiku dengan baik.
“Wah.wah jadi grogi aku melangkah, tapi tak apa,
emang aku salah apa sehingga diperlakukan seperti ini, harus stay cool,
tunjukan bahwa kamu bukan akhwat yang biasa tapi luar biasa, hingga mereka
harus berupaya sekuat tenaga untuk mengendalikanku” kata-kata penyemangat itu timbul
dengan sendirinya didadaku. Karena tak ada yang menyemangatiku saat ini,
semuanya sibuk dalam urusannya masing-masing. Tak ada yang bisa menyalahkannya
jika semuanya melakukan tugas mereka dengan bersungguh-sungguh. Sangat
disayangkan bahwa si Hardi, Ia lebih memilih jadi Kp padahal dia juga sie
acara. Ia pura-pura lupa atau memang tak peduli akan tujuan awal menjadi
panitia ini, sedih sekali bahkan Ia lebih bersemangat bersenda gurau dengan
adik Maba kelompoknya yang seluruhnya itu perempuan, iya Ia kebagian kelompok
yang isinya perempuan. Ia baru muncul pada saat PK2 saja dan itupun melenceng
dari tugas di awal yang selalu Ia bilang iya yang artinya Ia menyanggupi tugas
itu. Sempat kudekati untuk mencari tahu apa yang terjadi pada diri beliau,
kenapa bisa seperti itu. Melalui sms, aku pura-pura bertanya “Har, bagaimana
perkembangan opdik nih ? sudah berkomunikasi belum dengan Pj acara nya ?”
pura-pura tidak tahu terkadang menjadi senjata ampuh untuk menggali informasi.
Jawaban yang kuterima sungguh menyesakkan dan kurasa
jawaban itu tak pantas keluar dari mulut seorang aktivis. “aku tidak tahu,
selama ini aku benar-benar tidak mengetahui informasi yang beredar selama Pmb
maupun opdik ini.” Seakan ada geledek dan kilat yang menyambar melalui layar
ponsel ku. Apakah ini benar-benar balasannya, apakah kami terlalu memaksanya
lebih tepatnya aku, seingat yang ku tahu, ini aku tak tahu yang lain bahwa
sangat jarang bahkan tak ingat apa aku pernah menghubunginya sejak Pmb kemarin.
Haruskah dakwah menanggung orang-orang yang seperti ini, “semoga Allah
senantiasa memberikan hidayah kepadanya, sebagai manusia aku sudah menjalankan
kewajibannku untuk menyeru dan selebihnya Allah yang menentukan” lirihku dalam
hati.
Setelah dari itu, harapan menjadi pupus karena tak
ada lagi orang-orang yang bisa dihandalkan untuk bisa berbaur ke tengah-tengah
mereka. Hardi sudah mengundurkan diri dari peperangan ideology ini (setidaknya
itu yang aku tangkap dari tingkahnya), Husnu sampai detik ini pun, tak kunjung
keliatan. Hairun, masih dikampungnya dan masih sakit akibat operasi hingga
detik ini pun aku tak menghubunginya, karena tak ingin mengganggu konsentrasi
kesembuhannya, karena pastinya banyak yang ingin kuceritakan padanya, dan kabar
tentang operasinya pun aku tahu dari akhwat-akhwat lainnya. Tinggal satu lagi
yaitu tak lain dan tak bukan adalah partnerku Muhammad, tapi Ia bukan tipe
orang yang bisa menyusup ke tengah bara api, bahkan dari gayanya pun sudah
ketahuan ia Adk tulen, bukan berarti aku menyepelehkannya tapi ini tidak sesuai
dengan bidangnya di syiar sedangkan yang dibutuhkan adalah orang-orang yang
bergerak dan paham akan pergerakan setidaknya.

No comments:
Post a Comment