Diawal sudah sekilas
kuceriitakan bahwa aku mempunyai seorang partner yang menemani, menasehati,
menolong, serta bahu membahu dalam mengemban tugas berat dakwah ini, yang
bahkan gunung pun akan menolak jika diberi sebuah tugas berupa amanah.
Sebelumnya tak pernah menyangka bahkan tak pernah terlintas bahwa dirinya-lah
yang akan menjadi rekan kerja diri ini. Mungkin kalian akan menganggap ini
sebuah kelebay-an (haha), karena tidak hanya dalam organisasi, bahkan teman
kelompok belajar-pun bisa dibilang adalah partner, atau teman bermain yang
cukup dekat juga bisa disebut partner. Tapi istilah ini bagiku berbeda, karena
sebelumnya aku belum pernah menjalani sebuah organisasi sampai selesai, belum
pernah mendapatkan seorang partner yang resmi dalam suatu instansi (wajihah)
dan baru mengerti juga bahwa ada istilah partner dalam menjalankan kerja suatu
organisasi.
Dimulai dari maret
2014 lalu, ketika itu raker waki setelah beberapa minggu dari SA yang ke XIV,
sebelum raker aku sudah diberitahu oleh kakak sebelumnya bahwa selama mengemban
amanah di waki, aku akan bekerja sama dengan beliau. Dia mahasiswa jurusan
sosiologi, satu angkatan denganku, kuberi nama inisial yaitu Muhammad.
` Awal
di waki, sebenarnya aku tak tahu siapa-siapa saja ikhwannya yang aktif termasuk
dia, dan memang sengaja tak mencari tahu karena memang adem ayem dan tak ada
sosok yang menonjol dikala itu (menurut saya hehe). Aku baru tahu, kalau dia
juga seorang aktivis dakwah dan termasuk salah satu kader yang aktif di waki
sejak agenda SA lalu. Memang setelah mengetahui aku dipartnerkan dengan beliau,
rasanya syok, kaget, dan tanda tanya??? Kok bisaa sihh..
Sempat khawatir
bagaimana memulai komunikasi dengan beliau, karena sebelumnya belum pernah
berkomunikasi atau aku nya saja yang tidak ingat, baik secara langsung maupun
lewat media sosial (fb, sms, email, telpon dll). Sayangnya aku tak ingat juga,
siapa diantara kami yang memulai komunikasi ini.
Sempat pesimis bahkan
terlintas bayangan bahwa kerja kaderisasi ini akan stagnan ataupun mengalami
kemunduran dari tahun sebelumnya, dikarenakan aku melihat sosok yang pendiam
dalam dirinya, dan begitu juga aku pada waktu itu. Sama-sama pendiam, aku
bingung akan bagaimana memulai langkah ini. Sehingga setelah berjalan beberapa
minggu kerja dengan beliau, aku merasa ini tak akan berhasil jika aku yang
harus menunggu, aku yang masih pemalu, masih sangat cuek dan begitu dingin
dengan keadaan sekitar. Sangatlah tidak mungkin bisa berjalan baik dengan orang
yang hampir sama saja bentuknya denganku seperti itu.
Sehingga aku
memberanikan diri untuk mentransformasikan diriku untuk berubah. Dibekali
dengan banyak membaca buku yang berkaitan dengan ranah kerjaku, banyak bertanya
bahkan bisa disebut kepo pada kepengurusan sebelum dan sebelumnya, bahkan
mengejar-ngejar mereka yang kini sudah tidak berkecimpung lagi dalam wajihah.
Mengapa aku bisa bertekad untuk merubah diriku, karena sebuah amanah inilah
yang mengharuskan aku untuk berubah. Pantang bagiku, jika aku tidak bisa
memperoleh hasil yang membanggakan, bila aku sudah memilih untuk menjalaninya,
aku bisa menjadi seorang sangat pekerja keras dan melupakan hak tubuhku bila
aku sudah punya keyakinan kuat pada hal itu, bahkan sangat bersungguh-sungguh
jika menjadi jundi yang qiyadahnya bisa menghargaiku.
Dengan bekal yang
kurasa cukup untuk memulai transformasi ini, perlahan watak dan sifat yang
ternyata selama ini terpendam dalam kawah akhirnya mencuat ke permukaan.
Seorang akhwat yang mulutnya seakan api yang berhembus. Otak, mata, telinga,
kaki, tangan semuanya bergerak cepat dari sebelumnya bahkan tak terkendali. Sampai
pernah suatu kali, saking ingin bergerak cepat sampai tak bisa menunggu aba-aba
dari beliau yang status kedudukannya berada diatasku. Semuanya bergerak cepat
kecuali hati, rasa atau perasaan yang bergerak lambat, yang kala itu
kusampingkan bahkan kusingkirkan jauh-jauh sehingga yang terlihat hanyalah
sebuah bentuk kekejaman atau kesadisan, walau-pun itu baik pada akhirnya tapi
yang mereka tahu hanyalah sebuah bentuk amarah dan kekejaman belaka.
Sebenarnya jati
diriku yang seperti ini sudah ada sejak aku kecil, aku mudah kesal dan marah
jika melihat orang melakukan pekerjaannya begitu lambat yang bagiku itu
tidaklah sulit. Aku tak bisa menunggu lama, jika ada suatu hal yang ingin ku
rundingkan tapi malah mendapat respon yang lambat, tak sesuai harapan atau bisa
jadi tak ada respon sama sekali, walau pada akhirnya diketahui alasan beliau
tak ada pulsa dan sebagainya. Aku akan merasa ilfell, bila mana seseorang itu
mempunyai nyali yang cukup ciut dibandingkan aku yang seorang wanita bahkan
bisa mengambil resiko yang cukup membuat diri ini kewalahan. Dan yang ini
sangat sering terjadi, bahkan sejak kecil, bila mana sudah bisa atau sudah
mengerti pada suatu hal, aku akan dengan sigapnya memerintah ini dan itu,
mengambil posisi sendiri dimana aku yang memberi aba-aba agar dapat sesuai
seperti yang diharapkan.
Semuanya itu sekarang
benar-benar sudah menyembur dan mengenai siapa saja yang berada didekatnya,
bagaikan air yang muncrat kemana-mana, dan pastinya partnerku pasti sangat
merasakan air panas yang keluar dari dalam kawah itu.
Setelah kusadari,
lama kelamaan dan waktupun bergulir seirama, semakin kuperhatikan, beliau
mungkin hanya bersifat zuhud pada dunia, beliau begitu sederhana, menjauh dari
keasikkan dunia, meminimalisir setiap tindakan yang berasal dari hawa nafsu,
setiap gerak ia selalu merenungkan apa efeknya bagi kemajuan dakwah ini.
Setiap rapat,
pastilah ada saja api yang keluar dari mulut ini dan pastinya tertuju pada
dirinya, tapi ia selalu mencoba untuk bersikap tenang, dan membalasnya dengan
nasehat-nasehat yang terkadang begitu mengena pada diri ini, yang awalnya ingin
marah dan protes akan kerja-nya yang kurang memuaskan, tapi pada akhirnya
selalu aku yang merasa bersalah setelah mendengarkan nasehat yang berasal dari
alquran dan hadist nabi yang ia sampaikan dengan sabar dan lembut.
Ternyata mendekati di
akhir kepengurusan, barulah keluar sifatnya yang terkadang bisa membuat orang
tertawa, ia bisa membuat lelucon yang bahkan itu bukan lelucon tapi hal-hal
yang dibahas dan tak tahu mengapa itu bisa jadi lucu karena dia yang
membawakannya, bahkan pada saat rapat di akhir-akhir kepengurusan, kami yang
akhwat lebih banyak tertawanya dan aku yang sering marah bahkan wajah ini bisa
dilipat-lipat ketika marah ternyata bisa tertawa geli sampai lupa hal apa yang
akan dibahas dalam rapat.
Sungguh, aku tak
menyesal bahkan sangat bersyukur atas apa yang terjadi setelah diriku dipartnerkan
dengan sosok seperti beliau. Aku sudah melupakan bentuk-bentuk dari sisi beliau
yang bisa membuatku darah tinggi, kini yang kuingat dan bisa kuambil hikmah
dalam perjalanan kerjasama ini adalah sikap zuhudnya, ketenangan,
kesederhanaan, nasihat-nasihatnya serta lelucon yang ia buat tanpa sadar. Sisi
positif dari beliau kuambil dan kujadikan salah satu pelajaran hidupku yang
sebentar ini. Bahkan sekarang ketika melihatnya, ia mengingatkanku akan
kehidupan di akhirat.
Sebagai bentuk
terimakasih dan maaf dariku, aku kasih ia sebuah hadiah yang kala itu pas pada
moment ia milad. Ingin kutulis surat untuknya bahwa aku hanyalah manusia biasa
yang sangat jauh dari kata sempurna, aku mohon maaf padamu beribu-ribu maaf
atas sikap dan tingkah lakuku selama menjadi partnermu dan beribu-ribu terima
kasih atas kesediaanmu bertahan dengan sosok seperti aku ini. Itulah yang ingin
kutuliskan, tapi tak jadi, karena begitu malu dan tak punya nyali mungkin
gengsi yang terlalu tinggi hingga menutupi rasa yang sebenarnya tidak apa-apa
diucapkan sebagai seorang sahabat. Dan itu kedua kalinya aku memberi hadiah
kepada sahabat laki-laki, yang pertama nanti ada sesi ceritanya sendiri (hehe).
Sekarang ikatan
kerjasama itu berakhir sudah, setelah berakhir kamipun tak pernah berkomunikasi
lagi dan baru sekarang aku merasa betapa berharganya nasihat yang ia berikan
dikala orang-orang memilih menjauhiku ketika diri ini lagi tidak stabil.
Pesan untukmu partner
pertamaku, jadilah dirimu sendiri, berilah keyakinan dan kepercayaan pada
dirimu sendiri bahwa kau pasti bisa, kau bisa, dan kau bisa bila kau mau
melakukannya dengan sungguh-sungguh. Tak perlu membandingkan dirimu dengan yang
lain, tetap fokus pada tindakan kebaikan yang telah kau jalani selama ini.
Semua manusia itu sama dimata tuhan, yang membedakannya hanyalah ketaqwaannya.
Maka pilihlah ketaqwaan itu dari pada hal yang menipu didunia yang fana ini.

No comments:
Post a Comment