Friday, December 13, 2019

Part #7 Kemenangan yang Mengharu Biru (Kenyataan yang Jauh Lebih Berat)




Awal Oktober, menjadi awal permulaan gerak langkah pergerakan di Fisip di tahun ini. Aktivis-aktivis mahasiswa di Fisip dihebohkan dengan Pemilihan Raya yang akan di adakan sembilan hari dari sekarang. Pihak-pihak yang terlibat di Kpu sedang sibuk-sibuknya menyiapkan pesta demokrasi untuk mahasiswa Fisip tentunya. 

Sudah beberapa hari berlalu, dari pengumuman Kpu tentang pendaftaran calon Presma (read. Gubma Fisip), tak bergeming, belum ada kabar yang berhembus tentang siapa yang mencalonkan diri. Aku dan teman-teman lainnya juga masih bersantai seperti tidak ada yang terjadi apa-apa, karena belum ada kabar apakah aktifis dakwah akan ikut dalam pesta demokrasi kali ini.

H-2 sebelum penutupan pendaftaran calon presma, teman-teman aktifis dakwah di Fisip dikumpulkan baik aktivis di bukit maupun yang di laya. Pada suatu malam kami dikumpulkan, dalam suatu ruangan tanpa hijab dimana ikhwan akhwat bisa melihat satu sama lain, biasanya agenda seperti ini sudah bersifat sangat urgent dan mendesak yang mengharuskan pertemuan tatap muka seperti ini. Malam itu tampak tegang, sebelum pengumuman penting itu diumumkan oleh kakak yang kami anggap tertua di Fisip untuk aktifis dakwah, semuanya berbisik-bisik siapakah diantara ikhwan yang datang malam ini yang akan diusung untuk menjadi calon gubma. 

Hidup ini sungguh penuh kejutan, tak ada yang tahu apa yang akan terjadi kedepannya bahkan dalam hitungan detik berikutnya. Kita sebagai makhluk ciptaanya patut bersyukur apa yang telah digariskan, karena saat hal itu kita anggap baik belum tentu baik menurut sang pencipta. Sang Pencipta alam semesta-lah yang tahu apa yang baik dan apa yang kita butuhkan. Bukan berarti kita hanya bisa pasrah dengan keadaan yang ada, tapi kita diperintahkan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh dan untuk hasil setelah usaha itu baru kita serahkan pada yang kuasa.

Si boss adalah panggilan untuk kakak tertua aktivis dakwah di Fisip saat ini. Kemudian giliran boss yang akan menyampaikan bagian yang telah ditunggu-tunggu sejak tadi.

“toyib, dengan mengucap basmallah bahwa yang akan kita usung dalam pemira kali ini adalah   
"akh.............”
“akh...........”
“akh...........”

Sengaja dibuat bertele-tele, hingga kami yang di ruangan tampak menggeram, tapi raut wajah boss masih saja tak bisa dianggap serius.

Untuk yang terakhir, wajah nya tampak sedikit agak menegang yang tandanya kali ini ia akan mengucapkan apa yang sebenarnya kepada kami semua.

“Akh ................. Hayrun sebagai gubma dan Akh Dede sebagai wagubma, Takbir !!!! ”

“Allahu Akbar!!!!” serentak bertakbir bahkan si boss belum selesai dalam menyampaikan kalimatnya, sudah ada yang bertakbir ketika nama Hayrun yang disebut.

Suasana yang tadinya masih bisa tertawa, sekarang menjadi haru penuh takjub atau haru penuh rasa tanya-tanya kenapa bisa beliau yang diusungkan. Apalagi adik waki 13, yang seakan tidak rela kakanda-nya yang ditarik untuk menjadi duta siyasi fakultas. Aku sudah menduganya sejak awal, sudah kuperhatikan bahkan aku bandingkan memang tak ada yang lebih bisa dihandalkan untuk menjadi duta siyasi kecuali dia. Setelah pemberitahuan itu, calon yang diusung dipersilahkan untuk memberikan kata-kata sambutannya. Kemudian boss membagi tugas kepada kami, tugasku dalam pemira kali ini sebagai pj propaganda. Entah atas dasar apa si boss memberikan posisi itu kepadaku, padahal posisi kerja itu harus diisi oleh orang yang handal dalam berargumen di publik atau bisa mempengaruhi orang-orang. Tidak terlalu aku pikirkan kenapa bisa aku, yang penting bagiku ketika tugas sudah diberikan baik segera dilaksanakan, walau bisa atau tidak yang penting sudah berusaha, sekaligus untuk menge-tes sebatas mana kemampuanku dibidang ini. Apalagi anak Fisip, bidang propaganda seharusnya sudah menjadi kemampuan khususnya. Untuk meyakinkan agar usaha kelak tidak salah, sehingga aku memberanikan diri untuk bertanya pada boss dalam forum itu.

“kak, tidak apa-apa kan kalau aku nanti melakukan tugas sesuai dengan caraku sendiri” 

“terserah dek, lakukan sesuai apa yang kau bisa dan dengan gayamu sendiri”

Jawaban yang sangat memuaskan bagiku, beliau percaya dan benar-benar menyerahkan tugas itu kepadaku. “oke... kepercayaan sudah ada di tangan tinggal eksekusi di lapangan” batinku berseru kala itu menguatkan diriku atas keraguan yang menyelusup ke sanubari.

Keesokannya, calon yang kami usung mendaftarkan diri mereka ke KPU beberapa jam sebelum akhirnya batas waktu pengumpulan berkas ditutup. Temanku yang bekerja dalam KPU saat itu adalah Mona, Rini, Hardi, dan Satria. Kami percayakan untuk masalah KPU kepada mereka, agar kerja KPU dapat berjalan sesuai koridornya dan meminimalisir segala bentuk kecurangan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Di tengah berkecamuknya berkampanye, tepat pada tanggal 5 oktober, umat muslim di seluruh dunia merayakan hari raya qurban. Sehari sebelum hari raya, kusempatkan diriku untuk pulang ke rumah, untuk merayakan hari besar itu di tengah-tengah keluarga tercinta. Hari raya kali ini kulewati dengan suka duka, sukanya aku bahagia bisa bersama mereka, sholat id bersama keluarga terdekat dan bisa berkunjung ke rumah kerabat yang sudah lama tidak berjumpa. Dukanya, pikiranku tidak 100% di rumah, hampir separuhnya berada di laya, memikirkan bagaimana Fisip kedepannya, bagaimana jika kami menang, optimisme sudah ada sejak pengusungan pertama kali didaulatkan. Aku sangat optimis ini akan berhasil, melihat calon sebelah yang genre nya tidak sebagus atau tidak sesuai dengan realita yang sedang berlangsung di Fisip sekarang. 

Jika seandainya orang-orang awam membuka pikiran dan sesuai dengan akal sehat, mereka pasti bisa menilai yang mana lebih baik untuk masa depan Fisip selanjutnya, aku berharap kekuatan kuasa Tuhan yang dapat membolak-balikkan hati manusia untuk ikut andil dalam perang yang sedang kami jalani saat ini. Saat ini, Fisip digoncangkan dengan Nomenklatur yang status pemerintahan di fakultas yang awalnya dipimpin oleh seorang gubernur mahasiswa sekarang diubah secara serta-merta menjadi presiden mahasiswa tanpa landasan yang kuat. Kepemimpinan lalu, mencoba untuk memisahkan diri dari wilayah KM unsri. Sehingga bisa disebut dengan membentuk negara baru dan itu tidak sesuai dengan aturan keorganisasian yang dianut Unsri saat ini yaitu Keluarga Mahasiswa. Sama halnya dengan negara kesatuan seperti Indonesia. Kampus adalah bentuk miniatur negara, segala bentuk pemerintahan hampir sama dengan apa yang ada di negara Indonesia saat ini. Pihak Bem KM Unsri sudah melakukan upaya pencegahan sampai ke bentuk sanksi-sanksi, sehingga apa yang terjadi pada saat PK 2 lalu adalah salah satu bentuk sanksi dari Bem U kepada Bem fisip kala itu.

Dengan realita seperti itu, bahkan dapat dikatakan sangat buruk dikalangan organisasi mahasiswa, karena menyimpang dari aturan-aturan yang telah diberlakukan selama ini, oleh karena itu kami maju dengan membawa suatu perubahan untuk mengembalikan citra Fisip di mata fakultas-fakultas lainnya dengan cara mengubah kembali status kepemimpinan presiden di Fisip menjadi gubernur mahasiswa kembali. 

Di malam hari raya-pun, masih saja menyempatkan waktu untuk melakukan kampanye-kampanye di media social. Salah satu rekan kami yaitu Dani, yang jago desain, bisa dibilang paling kreatif dalam bidang ini. Kami benar-benar beruntung, setiap hari desain yang kami publish ke media massa gonta-ganti, saking kreatifnya rekan kami satu itu. :D salut dahh untuk timses bernadi, semuanya pada totalitas mengerjakan tugasnya masing-masing. 

H-1 pemira Fisip, jadwalnya masa tenang tidak ada lagi yang boleh berkampanye dalam bentuk apapun. Bagi kami, inilah waktu istirahat setelah hampir dua minggu kerja keras untuk menyongsong pemira tahun ini. Tak ada aktivitas yang mengharuskan berpikir keras maupun mengeluarkan tenaga, bahkan suasana kampus pink hari ini pun menjadi sepi. Tapi tetap, ibadah dan ruhiyah ditingkatkan serta doa tak hentinya agar proses pemira esok berjalan dengan lancar. Untuk meningkatkan amal jamai, kami bersepakat untuk semua yang jadi timses agar berpuasa sunah kamis ini.
……..
Seperti biasa, entah karena kebiasaan atau bagaimana, jika ada agenda urgen seperti ini, diriku bisa bangun sangat pagi tanpa alarm bahkan tidak mengantuk setelah subuh. Benar-benar semangat yang membara mengawali langkah hari ini. Cukup minum beberapa gelas air menandakan sahur untuk puasa hari ini, memang jika disini aku jarang untuk makan sahur karena jika di rumah ada ibu yang masak kalaupun tidak ibu yang masak tapi ada peralatan masak jadi kadang aku sendiri yang memasak, lain hal jika sudah di asrama bagaimana mau masak jika alat utama yaitu kompor pun tak ada-_-.

Pagi-pagi sudah stay di mushola, belum ada gerak-gerik untuk persiapan e-voting, yapp proses pemira kali ini menggunakan e-voting. Untuk pertama kalinya, dan yang pertama Fisip Unsri di seluruh universitas di Indonesia. Suatu kebanggaan, KPU  Fisip tahun ini membuat terobosan baru yang menjadi sorotan mahasiswa bahkan pihak birokrat kampus. 

Sudah pukul 09.00, orang-orang yang berkepentingan sudah terlihat lalu lalang, alat-alat satu persatu dimasukkan ke dalam kelas samping secret masopala. Karena ini elektronik otomatis menggunakan listrik sehingga tempat yang digunakan didalam ruang kelas, dan system nya menjadi tertutup, hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk dan kami hanya bisa melihat dari luar jendela kaca itu. Berharap mona, satria, hendi dan sandi melakukan tugasnya dengan baik, mengontrol dan mengawasi selama proses di dalam ruangan itu. 

Sekitar jam 10.00, barulah proses pemvotingan dimulai. Satu persatu mulai berbondong-bondong masuk ke dalam untuk berpartisipasi dalam memberikan hak suara mereka masing-masing sebagai bentuk kepedulian bagi masa depan fisip satu tahun ke depan. Tak lupa diriku pun harus menyumbang satu suara, dan memang agak dipercepat karena sebentar lagi ada dosen yang akan masuk ke kelas kami AN’A. Sebelumnya si L, mengajakku untuk tetap stay depan kelas itu sekaligus memantau perkembangan walau hanya melihat dari jendela, tapi aku tidak bisa meninggalkan kelas yang satu ini karena dosen ini sulit untuk diajak bekerjasama, tak ada tolerin, dan setiap  masuk pasti ada saja tugas yang tak ketinggalan. 

Hampir memasuki zuhur, aku pun baru keluar dari kelas. Suasana diluar masih tampak ramai, kulihat aktivitas di dalam ruang voting itu pun masih cukup berdesakan. Pemira kali ini banyak mendapat perhatian amah karena menggunakan e-voting, begitu juga dengan keadaan yang di bukit sepertinya. Rekan-rekan timses sudah tidak ada lagi yang stand by di depan ruangan ini, mungkin sudah siap-siap untuk sholat zuhur, karena akan bergantian dengan rekan-rekan yang berada di dalam ruangan. Selama proses ishoma, panitia kpu akan diberi waktu untuk itu dan stand pun akan diberhentikan untuk sementara. Ketika stand yang kosong itulah, jadwal yang sudah sholat duluan yang akan bergantian menjaga walau kami tidak dapat masuk ke dalam tapi setidaknya mengantisipasi tindak criminal dari pihak manapun. 

Kursi panjang yang tepat disamping ruangan itupun menjadi tempat yang pas untuk kami memantau. Kami duduk disana sambil bergurau dengan akhwat lainnya, karena itu tempat terbuka jadi siapapun bisa duduk disana tak terkecuali ikhwan. Jadi kami duduk disana di kursi panjang, setengah akhwat setengah lagi ikhwan, karena aku memikirkannya jadi terlihat lucu di mata ku, si boss yang duduk tenang, walau terlihat tenang tapi kutahu di dalam hatinya pasti sangat risau. Ada Muhammad juga yang sambil mengobrol dengan teman-temannya, dan ternyata ada si gondrong juga bahkan beliau tampak akrab dengan si gondrong. Disebelahku ada si L, yang dari tadi bergumam tentang tingkah laku yang mencurigakan dari oknum yang menjaga salah satu bilik. Di sebelah boss, ada hairun yang juga tampak tenang tapi tetap terlihat banyak pikiran. 

Tak terasa waktu berjalan dengan cepat, akhirnya ashar pun sudah berkumandang. Setelah selesai sholat, kami yang akhwat berkumpul di teras mushola, saling menguatkan dan mencoba tetap tenang serta selalu berdoa untuk hasil yang akan di dapat kelak. 

Tak disadari ternyata, sudah banyak orang-orang duduk, berdiri menunggu hasil yang akan diumumkan, entah mereka datang dari mana, apakah ikhwah kampus atau bukan karena tampilan mereka terlihat sama saja dengan amah. Seharusnya jam 16.00 hasil voting sudah bisa diumumkan, tapi belum ada tanda-tanda untuk itu. Ada sedikit yang mencurigakan, bahkan yang dibukit pun hasilnya sudah keluar, dibukit kita kalah kurang lebih 80 suara. Oke, berarti kita harus lebih unggul setidaknya diatas 80 agar bisa memenangkan pemira ini. Ini cukup baik, karena pada tahun sebelum-sebelumnya untuk yang dibukit perbandingannya pasti sangat jauh setidaknya ini membuktikan bahwa kita sudah bisa memasuki ranah yang sangat kental dengan orang-orang kiri. 

Si boss hampir saja hilang kendali, si boss ingin menerobos masuk ke dalam ruangan karena dari tadi tidak ada kejelasan bahkan terkesan ditutup-tutupi, biasa kalau laki-laki akan menunjukan emosinya dan seperti ingin berkelahi, karena posisinya aku berdiri di dekat boss, aku tetap berdiri didekat mereka bahkan mereka yang adu mulut dan hampir adu jotos, aku tidak merasa gentar sedikitpun melihat emosi pihak lawan, kalau pun si boss jadi berkelahi, aku akan ikut juga, terkadang pengen juga tangan ini mendarat ke muka-muka mereka itu, kalau perlu kaki yang melayang. Tapi ternyata hanya tong kosong nyaring bunyinya, mereka mundur mungkin agar terlihat lebih dewasa. Kami pun mencoba melerai dan mundur untuk menjaga izzah seorang ikhwah. 

Perhitungan suara pun dimulai, semuanya mendekat kearah jendela agar bisa menyaksikan dari dekat perhitungan itu. Terdengar komat-kamit dzikir dari sela-sela riuh suara teriakan anak-anak kiri yang berasal dari ikhwah. Ada kemungkinan besar kita dapat menang, karena kita sementara lebih unggul dan bisa menyeimbangkan kekalahan suara yang dibukit sehingga status nya menjadi seimbang antara kedua belah pihak. Sehingga takbir pun bergema, tak terdengar lagi suara-suara lain yang terdengar di telingaku saat ini hanyalah takbir dan asma Allah. Menunggu hasil di bilik terakhir yang akan menentukan secara keseluruhan, semuanya menjadi tegang, begitupun diri ini, tak terasa kaki terasa lemas, tangan jadi dingin gemetar, suara jadi hilang, matapun berkaca-kaca. Kami akhwat saling berpegangan tangan, disebelah kananku ada si L, ia memegang tanganku dengan kuat dan disebelah kiriku ada adik-adik 2014 yang juga memegang tanganku dengan kuat. Saat itulah aku merasa kuat karena dikuatkan oleh mereka yang diberada disekitarku disaat  tubuh ini melemah dengan sendirinya. 

Allah, allah, allah, allah, allah, allah, allah, allah….

Seperti menghadapi sakaratul maut, bibir ini tak berhenti menyebut nama Allah, di detik perhitungan akhir, tak kuasa kutahan air mata yang sudah panas di kelopak akhirnya jatuh juga. Perhitungan di bilik terakhir pun keluar, yang hasilnya kita unggul kurang lebih 100 suara.

ALLAHU AKBARRRRRRRRRRR!!!!!!!!!
ALLAHU AKBARRRRRRRRRRR!!!!!!!!!
ALLAHU AKBARRRRRRRRRRR!!!!!!!!!

Selang beberapa detik perhitungan akhir keluar, gema takbir bergelora seakan memecah langit, yang suaranya melebihi Guntur yang menggelegar, yang membuat dada berdegup kencang, nafas seakan berhenti. Sontak semuanya melompat, bertakbir, lalu memeluk saudara yang ada disekitar. 

Suaraku yang hampir hilang itupun, tak mau ketinggalan menyebut asma allah, bertakbir sekuatnya dari hati terdalam, melompat girang dengan penuh tangis sambil memeluk si L, aku berkata dengan suara gemetar “mbak, kita menang, mbak kita menang, mbk kita menang!!! Akhirnya ya allah.. Allah Maha Besar”. Diiringi air mata yang tak kunjung reda, mencoba menyeka, tapi tetap saja turun. Membayangkan bagaimana kita bisa menang setelah beberapa tahun silam kepemimpinan ikhwah vakum. Kemudian berbalik dan memeluk adik-adik yang sudah berani sampai akhir mengikuti proses pemira ini. Untuk pertama kalinya aku menangis di depan mereka, sehingga aku nangis pun di ledekin.-_-

Sesaat tawa tangis haru kemenangan mengisi ruang lingkungan Fisip itu. Tak berselang beberapa lama, sambil menunggu anak-anak KPU untuk mengumumkan hasilnya secara formal kepada semuanya, kami duduk-duduk sambil bergurau dan menceritakan perasaan masing-masing, tak dapat ditutupi tawa bahagia itu hingga pipiku pun sakit digerakkan karena senyuman yang tak bisa turun.

Tapi, dikala kebahagiaan itu datang, tubuhku tiba-tiba tak bersahabat. Ada rasa sakit yang begitu menusuk relung sebelah kiri perutku, benar-benar sakit hingga aku harus menekannya dengan genggaman kedua tanganku. Tetap saja sakitnya tak berkurang, tapi aku harus bersikap biasa saja didepan adik-adik dan teman-temanku, tak ingin menampakkan wajah sakitku. Hingga kuputuskan diriku tak bisa menunggu bersama mereka, dan aku beranjak ke mushola.

Hampir semua ikhwan bertengger didepan mushola tapi tak terlalu dekat hingga aku bisa lewat, buru-buru ke mushola hingga menapaki terasnya saja aku tak bisa menahan sakit itu. Wajahku langsung meringis kesakitan, mencoba merebahkan tubuhku ke lantai, tapi tetap saja sakitnya tak kunjung hilang seakan malah bertambah sakit. Untungnya tidak ada orang dimushola sehingga aku bisa leluasa mengeluarkan keluh kesah sakit itu hingga meringis tangis, berguling-guling berputar seperti gasing dengan harapan sakit itu hilang.

Mencoba menebak karena apa sakit ini muncul, kalau kebiasaan aku yang tak pernah sahur jika berpuasa itu sudah biasa dan aku belum pernah merasa sakit perut atau merasa kelaparan karena tak sahur. Keringat dingin bercucuran dari kulitku serta tak tahu lagi wajahku yang basah karena air mata ditambah keringat, aku merasakan sakit seperti akan mengalami sakaratul maut, hingga kepalapun ikut merasakan sakit. Asma allah selalu kucoba untuk kulafadzkan, hingga ayat trikul itu kubacakan lagi-lagi harapan itu tak kunjung datang. Aku takut teman-teman yang lain akan melihat keadaan ku yang sekarat ini dan mereka akan merasa iba, tapi ketika mereka merasa iba itulah hal yang sangat aku hindari, aku tidak ingin mereka melihat kelemahanku. Sehingga aku putuskan untuk beranjak ke secret waki yang waktu itu belum di renovasi hingga masih gelap dan sempit tapi itulah tempat yang sempurna untuk aku bersembunyi untuk menetralkan tubuhku kembali.

Di sela-sela dinding secret itu kudengar canda tawa mereka, kudengar mereka saling menceritakan kisah dibalik apa yang terjadi hari ini. Tapi aku tetap saja merintih kesakitan, kutahan suaraku agar tak terdengar keluar. Tapi tiba-tiba mona masuk dan ia langsung saja tahu kalau aku sakit tapi seketika wajahku sempat kunetralkan meski tetap saja aku mengakui kalau aku sudah tidak tahan lagi. Aku minta dia untuk membungkam mulutnya, kuyakinkan dia kalau aku akan segera baik-baik saja. Untungnya mona menurut saja, dan ia membawa balsam, wahh sebenarnya aku paling tidak suka yang beginian tapi apa boleh buat, ku oleskan balsam itu ke bagian yang sakit, tapi ya allah super panasnya setelah pakai balsam itu. Itu membuatku semakin merintih, tak tahu lagi apa yang yang harus diperbuat aku hanya bisa menangis dan memanggil ibu ayah didalam hati saja.

Setalah hampir satu jam dilanda sakit itu, nafasku sudah bisa diatur dan tubuhku kurapikan kembali, kutata dengan baik hingga tak terlihat kelusuhan itu. Rasa sakit itu mulai mereda walau masih terasa tapi tak sedahsyat diawal. Aku ingin keluar dan ikut bercerita dengan mereka adik, kakak serta teman seperjuangan. Kuhampiri mereka yang sedang duduk-duduk dilantaran mushola, sebelum kesana rini mendekatiku, dan dia orang kedua yang mengetahui jika aku sedang tak sehat. 

“ukh, anti sakit ya?”

Aku hanya tersenyum saja

“aduh ukh, kuat sekali genggamanmu sakit tanganku jadinya” ia pun meringis..

“ana tak sengaja ukh”

Sebenarnya aku sungguh tak merasa jika aku sampai menggenggam tangannya begitu kuat.
Aku mendekat kearah si L, wajahnya yang begitu cerah itu, sangat terlihat sekali, dia sangat bersyukur setelah apa yang kita kerjakan sebelumnya mebuahkan hasil, hingga akhirnya siyasi fakultas dapat kita rebut kembali.

No comments:

Post a Comment