Awal
Oktober, menjadi awal permulaan gerak langkah pergerakan di Fisip di tahun ini.
Aktivis-aktivis mahasiswa di Fisip dihebohkan dengan Pemilihan Raya yang akan
di adakan sembilan hari dari sekarang. Pihak-pihak yang terlibat di Kpu sedang
sibuk-sibuknya menyiapkan pesta demokrasi untuk mahasiswa Fisip tentunya.
Sudah
beberapa hari berlalu, dari pengumuman Kpu tentang pendaftaran calon Presma
(read. Gubma Fisip), tak bergeming, belum ada kabar yang berhembus tentang
siapa yang mencalonkan diri. Aku dan teman-teman lainnya juga masih bersantai
seperti tidak ada yang terjadi apa-apa, karena belum ada kabar apakah aktifis
dakwah akan ikut dalam pesta demokrasi kali ini.
H-2
sebelum penutupan pendaftaran calon presma, teman-teman aktifis dakwah di Fisip
dikumpulkan baik aktivis di bukit maupun yang di laya. Pada suatu malam kami
dikumpulkan, dalam suatu ruangan tanpa hijab dimana ikhwan akhwat bisa melihat
satu sama lain, biasanya agenda seperti ini sudah bersifat sangat urgent dan
mendesak yang mengharuskan pertemuan tatap muka seperti ini. Malam itu tampak
tegang, sebelum pengumuman penting itu diumumkan oleh kakak yang kami anggap
tertua di Fisip untuk aktifis dakwah, semuanya berbisik-bisik siapakah diantara
ikhwan yang datang malam ini yang akan diusung untuk menjadi calon gubma.
Hidup
ini sungguh penuh kejutan, tak ada yang tahu apa yang akan terjadi kedepannya
bahkan dalam hitungan detik berikutnya. Kita sebagai makhluk ciptaanya patut
bersyukur apa yang telah digariskan, karena saat hal itu kita anggap baik belum
tentu baik menurut sang pencipta. Sang Pencipta alam semesta-lah yang tahu apa
yang baik dan apa yang kita butuhkan. Bukan berarti kita hanya bisa pasrah
dengan keadaan yang ada, tapi kita diperintahkan untuk berusaha dengan
sungguh-sungguh dan untuk hasil setelah usaha itu baru kita serahkan pada yang
kuasa.
Si
boss adalah panggilan untuk kakak tertua aktivis dakwah di Fisip saat ini.
Kemudian giliran boss yang akan menyampaikan bagian yang telah ditunggu-tunggu
sejak tadi.
“toyib,
dengan mengucap basmallah bahwa yang akan kita usung dalam pemira kali ini
adalah
"akh.............”
“akh...........”
“akh...........”
Sengaja
dibuat bertele-tele, hingga kami yang di ruangan tampak menggeram, tapi raut
wajah boss masih saja tak bisa dianggap serius.
Untuk
yang terakhir, wajah nya tampak sedikit agak menegang yang tandanya kali ini ia
akan mengucapkan apa yang sebenarnya kepada kami semua.
“Akh
................. Hayrun sebagai gubma dan Akh Dede sebagai wagubma, Takbir
!!!! ”
“Allahu
Akbar!!!!” serentak bertakbir bahkan si boss belum selesai dalam menyampaikan
kalimatnya, sudah ada yang bertakbir ketika nama Hayrun yang disebut.
Suasana
yang tadinya masih bisa tertawa, sekarang menjadi haru penuh takjub atau haru
penuh rasa tanya-tanya kenapa bisa beliau yang diusungkan. Apalagi adik waki
13, yang seakan tidak rela kakanda-nya yang ditarik untuk menjadi duta siyasi
fakultas. Aku sudah menduganya sejak awal, sudah kuperhatikan bahkan aku
bandingkan memang tak ada yang lebih bisa dihandalkan untuk menjadi duta siyasi
kecuali dia. Setelah pemberitahuan itu, calon yang diusung dipersilahkan untuk
memberikan kata-kata sambutannya. Kemudian boss membagi tugas kepada kami,
tugasku dalam pemira kali ini sebagai pj propaganda. Entah atas dasar apa si boss memberikan posisi itu kepadaku, padahal
posisi kerja itu harus diisi oleh orang yang handal dalam berargumen di publik
atau bisa mempengaruhi orang-orang. Tidak terlalu aku pikirkan kenapa bisa aku,
yang penting bagiku ketika tugas sudah diberikan baik segera dilaksanakan,
walau bisa atau tidak yang penting sudah berusaha, sekaligus untuk menge-tes
sebatas mana kemampuanku dibidang ini. Apalagi anak Fisip, bidang propaganda
seharusnya sudah menjadi kemampuan khususnya. Untuk meyakinkan agar usaha kelak
tidak salah, sehingga aku memberanikan
diri untuk bertanya pada boss dalam forum itu.
“kak,
tidak apa-apa kan kalau aku nanti melakukan tugas sesuai dengan caraku sendiri”
“terserah
dek, lakukan sesuai apa yang kau bisa dan dengan gayamu sendiri”
Jawaban
yang sangat memuaskan bagiku, beliau percaya dan benar-benar menyerahkan tugas
itu kepadaku. “oke... kepercayaan sudah ada di tangan tinggal eksekusi di
lapangan” batinku berseru kala itu menguatkan diriku atas keraguan yang
menyelusup ke sanubari.
Keesokannya,
calon yang kami usung mendaftarkan diri mereka ke KPU beberapa jam sebelum
akhirnya batas waktu pengumpulan berkas ditutup. Temanku yang bekerja dalam KPU
saat itu adalah Mona, Rini, Hardi, dan Satria. Kami percayakan untuk masalah
KPU kepada mereka, agar kerja KPU dapat berjalan sesuai koridornya dan
meminimalisir segala bentuk kecurangan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab.
Di
tengah berkecamuknya berkampanye, tepat pada tanggal 5 oktober, umat muslim di
seluruh dunia merayakan hari raya qurban. Sehari sebelum hari raya, kusempatkan
diriku untuk pulang ke rumah, untuk merayakan hari besar itu di tengah-tengah
keluarga tercinta. Hari raya kali ini kulewati dengan suka duka, sukanya aku
bahagia bisa bersama mereka, sholat id bersama keluarga terdekat dan bisa
berkunjung ke rumah kerabat yang sudah lama tidak berjumpa. Dukanya, pikiranku
tidak 100% di rumah, hampir separuhnya berada di laya, memikirkan bagaimana Fisip
kedepannya, bagaimana jika kami menang, optimisme sudah ada sejak pengusungan
pertama kali didaulatkan. Aku sangat optimis ini akan berhasil, melihat calon
sebelah yang genre nya tidak sebagus atau tidak sesuai dengan realita yang sedang
berlangsung di Fisip sekarang.
Jika
seandainya orang-orang awam membuka pikiran dan sesuai dengan akal sehat,
mereka pasti bisa menilai yang mana lebih baik untuk masa depan Fisip
selanjutnya, aku berharap kekuatan kuasa Tuhan yang dapat membolak-balikkan
hati manusia untuk ikut andil dalam perang yang sedang kami jalani saat ini.
Saat ini, Fisip digoncangkan dengan Nomenklatur yang status pemerintahan di
fakultas yang awalnya dipimpin oleh seorang gubernur mahasiswa sekarang diubah
secara serta-merta menjadi presiden mahasiswa tanpa landasan yang kuat.
Kepemimpinan lalu, mencoba untuk memisahkan diri dari wilayah KM unsri.
Sehingga bisa disebut dengan membentuk negara baru dan itu tidak sesuai dengan
aturan keorganisasian yang dianut Unsri saat ini yaitu Keluarga Mahasiswa. Sama
halnya dengan negara kesatuan seperti Indonesia. Kampus adalah bentuk miniatur
negara, segala bentuk pemerintahan hampir sama dengan apa yang ada di negara
Indonesia saat ini. Pihak Bem KM Unsri sudah melakukan upaya pencegahan sampai
ke bentuk sanksi-sanksi, sehingga apa yang terjadi pada saat PK 2 lalu adalah
salah satu bentuk sanksi dari Bem U kepada Bem fisip kala itu.
Dengan
realita seperti itu, bahkan dapat dikatakan sangat buruk dikalangan organisasi
mahasiswa, karena menyimpang dari aturan-aturan yang telah diberlakukan selama
ini, oleh karena itu kami maju dengan membawa suatu perubahan untuk
mengembalikan citra Fisip di mata fakultas-fakultas lainnya dengan cara
mengubah kembali status kepemimpinan presiden di Fisip menjadi gubernur
mahasiswa kembali.
Di
malam hari raya-pun, masih saja menyempatkan waktu
untuk
melakukan kampanye-kampanye di media social.
Salah satu rekan kami yaitu Dani, yang jago desain, bisa dibilang paling
kreatif dalam bidang ini. Kami benar-benar beruntung, setiap hari desain yang
kami publish ke media massa gonta-ganti, saking kreatifnya rekan kami satu itu.
:D salut dahh untuk timses bernadi, semuanya pada totalitas mengerjakan
tugasnya masing-masing.
H-1 pemira Fisip, jadwalnya masa tenang
tidak ada lagi yang boleh berkampanye dalam bentuk apapun. Bagi kami, inilah
waktu istirahat setelah hampir dua minggu kerja keras untuk menyongsong pemira
tahun ini. Tak ada aktivitas yang mengharuskan berpikir keras maupun
mengeluarkan tenaga, bahkan suasana kampus pink hari ini pun menjadi sepi. Tapi
tetap, ibadah dan ruhiyah ditingkatkan serta doa tak hentinya agar proses
pemira esok berjalan dengan lancar. Untuk meningkatkan amal jamai, kami
bersepakat untuk semua yang jadi timses agar berpuasa sunah kamis ini.
……..
Seperti biasa, entah karena kebiasaan
atau bagaimana, jika ada agenda urgen seperti ini, diriku bisa bangun sangat
pagi tanpa alarm bahkan tidak mengantuk setelah subuh. Benar-benar semangat
yang membara mengawali langkah hari ini. Cukup minum beberapa gelas air
menandakan sahur untuk puasa hari ini, memang jika disini aku jarang untuk
makan sahur karena jika di rumah ada ibu yang masak kalaupun tidak ibu yang
masak tapi ada peralatan masak jadi kadang aku sendiri yang memasak, lain hal
jika sudah di asrama bagaimana mau masak jika alat utama yaitu kompor pun tak
ada-_-.
Pagi-pagi sudah stay di mushola, belum
ada gerak-gerik untuk persiapan e-voting, yapp proses pemira kali ini
menggunakan e-voting. Untuk pertama kalinya, dan yang pertama Fisip Unsri di
seluruh universitas di Indonesia. Suatu kebanggaan, KPU Fisip tahun ini membuat terobosan baru yang menjadi
sorotan mahasiswa bahkan pihak birokrat kampus.
Sudah pukul 09.00, orang-orang yang
berkepentingan sudah terlihat lalu lalang, alat-alat satu persatu dimasukkan ke
dalam kelas samping secret masopala. Karena ini elektronik otomatis menggunakan
listrik sehingga tempat yang digunakan didalam ruang kelas, dan system nya
menjadi tertutup, hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk dan kami hanya
bisa melihat dari luar jendela kaca itu. Berharap mona, satria, hendi dan sandi
melakukan tugasnya dengan baik, mengontrol dan mengawasi selama proses di dalam
ruangan itu.
Sekitar jam 10.00, barulah proses
pemvotingan dimulai. Satu persatu mulai berbondong-bondong masuk ke dalam untuk
berpartisipasi dalam memberikan hak suara mereka masing-masing sebagai bentuk
kepedulian bagi masa depan fisip satu tahun ke depan. Tak lupa diriku pun harus
menyumbang satu suara, dan memang agak dipercepat karena sebentar lagi ada
dosen yang akan masuk ke kelas kami AN’A. Sebelumnya si L, mengajakku untuk
tetap stay depan kelas itu sekaligus memantau perkembangan walau hanya melihat
dari jendela, tapi aku tidak bisa meninggalkan kelas yang satu ini karena dosen
ini sulit untuk diajak bekerjasama, tak ada tolerin, dan setiap masuk pasti ada saja tugas yang tak
ketinggalan.
Hampir memasuki zuhur, aku pun baru
keluar dari kelas. Suasana diluar masih tampak ramai, kulihat aktivitas di
dalam ruang voting itu pun masih cukup berdesakan. Pemira kali ini banyak
mendapat perhatian amah karena menggunakan e-voting, begitu juga dengan keadaan
yang di bukit sepertinya. Rekan-rekan timses sudah tidak ada lagi yang stand by
di depan ruangan ini, mungkin sudah siap-siap untuk sholat zuhur, karena akan
bergantian dengan rekan-rekan yang berada di dalam ruangan. Selama proses
ishoma, panitia kpu akan diberi waktu untuk itu dan stand pun akan
diberhentikan untuk sementara. Ketika stand yang kosong itulah, jadwal yang
sudah sholat duluan yang akan bergantian menjaga walau kami tidak dapat masuk
ke dalam tapi setidaknya mengantisipasi tindak criminal dari pihak manapun.
Kursi panjang yang tepat disamping
ruangan itupun menjadi tempat yang pas untuk kami memantau. Kami duduk disana
sambil bergurau dengan akhwat lainnya, karena itu tempat terbuka jadi siapapun
bisa duduk disana tak terkecuali ikhwan. Jadi kami duduk disana di kursi
panjang, setengah akhwat setengah lagi ikhwan, karena aku memikirkannya jadi
terlihat lucu di mata ku, si boss yang duduk tenang, walau terlihat tenang tapi
kutahu di dalam hatinya pasti sangat risau. Ada Muhammad juga yang sambil
mengobrol dengan teman-temannya, dan ternyata ada si gondrong juga bahkan
beliau tampak akrab dengan si gondrong. Disebelahku ada si L, yang dari tadi
bergumam tentang tingkah laku yang mencurigakan dari oknum yang menjaga salah
satu bilik. Di sebelah boss, ada hairun yang juga tampak tenang tapi tetap
terlihat banyak pikiran.
Tak terasa waktu berjalan dengan cepat,
akhirnya ashar pun sudah berkumandang. Setelah selesai sholat, kami yang akhwat
berkumpul di teras mushola, saling menguatkan dan mencoba tetap tenang serta
selalu berdoa untuk hasil yang akan di dapat kelak.
Tak disadari ternyata, sudah banyak
orang-orang duduk, berdiri menunggu hasil yang akan diumumkan, entah mereka
datang dari mana, apakah ikhwah kampus atau bukan karena tampilan mereka
terlihat sama saja dengan amah. Seharusnya jam 16.00 hasil voting sudah bisa
diumumkan, tapi belum ada tanda-tanda untuk itu. Ada sedikit yang mencurigakan,
bahkan yang dibukit pun hasilnya sudah keluar, dibukit kita kalah kurang lebih
80 suara. Oke, berarti kita harus lebih unggul setidaknya diatas 80 agar bisa
memenangkan pemira ini. Ini cukup baik, karena pada tahun sebelum-sebelumnya
untuk yang dibukit perbandingannya pasti sangat jauh setidaknya ini membuktikan
bahwa kita sudah bisa memasuki ranah yang sangat kental dengan orang-orang kiri.
Si boss hampir saja hilang kendali, si
boss ingin menerobos masuk ke dalam ruangan karena dari tadi tidak ada
kejelasan bahkan terkesan ditutup-tutupi, biasa kalau laki-laki akan menunjukan
emosinya dan seperti ingin berkelahi, karena posisinya aku berdiri di dekat
boss, aku tetap berdiri didekat mereka bahkan mereka yang adu mulut dan hampir
adu jotos, aku tidak merasa gentar sedikitpun melihat emosi pihak lawan, kalau
pun si boss jadi berkelahi, aku akan ikut juga, terkadang pengen juga tangan
ini mendarat ke muka-muka mereka itu, kalau perlu kaki yang melayang. Tapi
ternyata hanya tong kosong nyaring bunyinya, mereka mundur mungkin agar
terlihat lebih dewasa. Kami pun mencoba melerai dan mundur untuk menjaga izzah seorang
ikhwah.
Perhitungan suara pun dimulai, semuanya
mendekat kearah jendela agar bisa menyaksikan dari dekat perhitungan itu.
Terdengar komat-kamit dzikir dari sela-sela riuh suara teriakan anak-anak kiri
yang berasal dari ikhwah. Ada kemungkinan besar kita dapat menang, karena kita
sementara lebih unggul dan bisa menyeimbangkan kekalahan suara yang dibukit
sehingga status nya menjadi seimbang antara kedua belah pihak. Sehingga takbir
pun bergema, tak terdengar lagi suara-suara lain yang terdengar di telingaku
saat ini hanyalah takbir dan asma Allah. Menunggu hasil di bilik terakhir yang
akan menentukan secara keseluruhan, semuanya menjadi tegang, begitupun diri
ini, tak terasa kaki terasa lemas, tangan jadi dingin gemetar, suara jadi
hilang, matapun berkaca-kaca. Kami akhwat saling berpegangan tangan, disebelah
kananku ada si L, ia memegang tanganku dengan kuat dan disebelah kiriku ada
adik-adik 2014 yang juga memegang tanganku dengan kuat. Saat itulah aku merasa
kuat karena dikuatkan oleh mereka yang diberada disekitarku disaat tubuh ini melemah dengan sendirinya.
Allah, allah, allah, allah, allah,
allah, allah, allah….
Seperti menghadapi sakaratul maut, bibir
ini tak berhenti menyebut nama Allah, di detik perhitungan akhir, tak kuasa
kutahan air mata yang sudah panas di kelopak akhirnya jatuh juga. Perhitungan
di bilik terakhir pun keluar, yang hasilnya kita unggul kurang lebih 100 suara.
ALLAHU AKBARRRRRRRRRRR!!!!!!!!!
ALLAHU AKBARRRRRRRRRRR!!!!!!!!!
ALLAHU AKBARRRRRRRRRRR!!!!!!!!!
Selang beberapa detik perhitungan akhir
keluar, gema takbir bergelora seakan memecah langit, yang suaranya melebihi
Guntur yang menggelegar, yang membuat dada berdegup kencang, nafas seakan
berhenti. Sontak semuanya melompat, bertakbir, lalu memeluk saudara yang ada
disekitar.
Suaraku yang hampir hilang itupun, tak
mau ketinggalan menyebut asma allah, bertakbir sekuatnya dari hati terdalam,
melompat girang dengan penuh tangis sambil memeluk si L, aku berkata dengan
suara gemetar “mbak, kita menang, mbak kita menang, mbk kita menang!!! Akhirnya
ya allah.. Allah Maha Besar”. Diiringi air mata yang tak kunjung reda, mencoba
menyeka, tapi tetap saja turun. Membayangkan bagaimana kita bisa menang setelah
beberapa tahun silam kepemimpinan ikhwah vakum. Kemudian berbalik dan memeluk
adik-adik yang sudah berani sampai akhir mengikuti proses pemira ini. Untuk
pertama kalinya aku menangis di depan mereka, sehingga aku nangis pun di
ledekin.-_-
Sesaat tawa tangis haru kemenangan mengisi
ruang lingkungan Fisip itu. Tak berselang beberapa lama, sambil menunggu
anak-anak KPU untuk mengumumkan hasilnya secara formal kepada semuanya, kami
duduk-duduk sambil bergurau dan menceritakan perasaan masing-masing, tak dapat
ditutupi tawa bahagia itu hingga pipiku pun sakit digerakkan karena senyuman
yang tak bisa turun.
Tapi, dikala kebahagiaan itu datang,
tubuhku tiba-tiba tak bersahabat. Ada rasa sakit yang begitu menusuk relung
sebelah kiri perutku, benar-benar sakit hingga aku harus menekannya dengan genggaman
kedua tanganku. Tetap saja sakitnya tak berkurang, tapi aku harus bersikap
biasa saja didepan adik-adik dan teman-temanku, tak ingin menampakkan wajah
sakitku. Hingga kuputuskan diriku tak bisa menunggu bersama mereka, dan aku
beranjak ke mushola.
Hampir semua ikhwan bertengger didepan
mushola tapi tak terlalu dekat hingga aku bisa lewat, buru-buru ke mushola
hingga menapaki terasnya saja aku tak bisa menahan sakit itu. Wajahku langsung
meringis kesakitan, mencoba merebahkan tubuhku ke lantai, tapi tetap saja
sakitnya tak kunjung hilang seakan malah bertambah sakit. Untungnya tidak ada
orang dimushola sehingga aku bisa leluasa mengeluarkan keluh kesah sakit itu
hingga meringis tangis, berguling-guling berputar seperti gasing dengan harapan
sakit itu hilang.
Mencoba menebak karena apa sakit ini
muncul, kalau kebiasaan aku yang tak pernah sahur jika berpuasa itu sudah biasa
dan aku belum pernah merasa sakit perut atau merasa kelaparan karena tak sahur.
Keringat dingin bercucuran dari kulitku serta tak tahu lagi wajahku yang basah
karena air mata ditambah keringat, aku merasakan sakit seperti akan mengalami
sakaratul maut, hingga kepalapun ikut merasakan sakit. Asma allah selalu kucoba
untuk kulafadzkan, hingga ayat trikul itu kubacakan lagi-lagi harapan itu tak
kunjung datang. Aku takut teman-teman yang lain akan melihat keadaan ku yang
sekarat ini dan mereka akan merasa iba, tapi ketika mereka merasa iba itulah
hal yang sangat aku hindari, aku tidak ingin mereka melihat kelemahanku. Sehingga
aku putuskan untuk beranjak ke secret waki yang waktu itu belum di renovasi
hingga masih gelap dan sempit tapi itulah tempat yang sempurna untuk aku
bersembunyi untuk menetralkan tubuhku kembali.
Di sela-sela dinding secret itu kudengar
canda tawa mereka, kudengar mereka saling menceritakan kisah dibalik apa yang
terjadi hari ini. Tapi aku tetap saja merintih kesakitan, kutahan suaraku agar
tak terdengar keluar. Tapi tiba-tiba mona masuk dan ia langsung saja tahu kalau
aku sakit tapi seketika wajahku sempat kunetralkan meski tetap saja aku
mengakui kalau aku sudah tidak tahan lagi. Aku minta dia untuk membungkam
mulutnya, kuyakinkan dia kalau aku akan segera baik-baik saja. Untungnya mona
menurut saja, dan ia membawa balsam, wahh sebenarnya aku paling tidak suka yang
beginian tapi apa boleh buat, ku oleskan balsam itu ke bagian yang sakit, tapi
ya allah super panasnya setelah pakai balsam itu. Itu membuatku semakin
merintih, tak tahu lagi apa yang yang harus diperbuat aku hanya bisa menangis
dan memanggil ibu ayah didalam hati saja.
Setalah hampir satu jam dilanda sakit
itu, nafasku sudah bisa diatur dan tubuhku kurapikan kembali, kutata dengan
baik hingga tak terlihat kelusuhan itu. Rasa sakit itu mulai mereda walau masih
terasa tapi tak sedahsyat diawal. Aku ingin keluar dan ikut bercerita dengan
mereka adik, kakak serta teman seperjuangan. Kuhampiri mereka yang sedang
duduk-duduk dilantaran mushola, sebelum kesana rini mendekatiku, dan dia orang
kedua yang mengetahui jika aku sedang tak sehat.
“ukh, anti sakit ya?”
Aku hanya tersenyum saja
“aduh ukh, kuat sekali genggamanmu sakit
tanganku jadinya” ia pun meringis..
“ana tak sengaja ukh”
Sebenarnya aku sungguh tak merasa jika
aku sampai menggenggam tangannya begitu kuat.
Aku mendekat kearah si L, wajahnya yang begitu
cerah itu, sangat terlihat sekali, dia sangat bersyukur setelah apa yang kita
kerjakan sebelumnya mebuahkan hasil, hingga akhirnya siyasi fakultas dapat kita
rebut kembali.

No comments:
Post a Comment